Daftar Istilah dalam Berita Hukum dan Kriminal, Mulai Ante-mortem sampai Autopsi

Tulisan ini lanjutan dari tulisan daftar istilah dalam berita hukum dan kriminal.

Tulisan keempat ini berisi istilah mulai Ante-mortem sampai Autopsi.

Ante-mortem

Istilah ini sering mengemuka saat ada bencana atau musibah yang mengakibatkan korban dalam jumlah banyak. Kepolisian akan mengidentifikasi jenazah korban sebelum dikembalikan kepada keluarganya.


Penulis kesulitan mencari definisi ante-mortem dalam berbagai peraturan terkait kepolisian atau identifikasi. Penulis hanya menemukan istilah ante-mortem dalam Peraturan Menteri Pertanian 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).

Dalam Pasal 1 angka 10 Permentan itu disebutkan pemeriksaan ante-mortem (ante-mortem inspection) adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.

Ante-mortem di kepolisian berarti data terkait korban sebelum meninggal dunia, bisa berupa rekam medis, ciri khusus di tubuh, dan sebagainya. Data ini digunakan untuk mengidentifikasi jenazah yang tidak disertai identitas diri.

Data ante-mortem akan dicocokkan dengan data post-mortem.

Arak

Tidak ada definisi arak dalam Peraturan Presiden (Perpres) 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, maupun Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan 14/2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol.


Namun, dua aturan itu menyebut istilah minuman beralkohol (mihol) tradisional. Dalam dua aturan itu, minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.

Dilansir dari wikipedia, arak adalah minuman beralkohol suling jenis minuman keras yang biasanya diproduksi di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan. Arak terbuat dari fermentasi nira mayang kelapa, tebu, biji-bijian (misalnya beras, beras merah) atau buah, tergantung pada negara atau wilayah asalnya.

Dalam Pasal 8 Perpres nomor 74/2013 disebutkan bupati/walikota dan gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol tradisional untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan di wilayah kerja masing-masing.

Asusila

Sebenarnya tidak ada kata asusila dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP hanya menyebut kata susila. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), susila adalah (1) baik budi bahasanya; beradab; sopan; (2) adat istiadat yang baik; sopan santun; kesopanan; keadaban; kesusilaan; (3) pengetahuan tentang adab.

Asusila adalah kebalikan dari susila. Dalam KBBI disebutkan bahwa asusila adalah tidak susila; tidak baik tingkah lakunya.

KUHP menggunakan tiga istilah untuk menyebut perbuatan asusila, yaitu melanggar kehormatan kesusilaan (Pasal 336), melanggar kesusilaan (Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, dan Pasal 532), dan menyerang kehormatan kesusilaan (Pasal 289).

KUHP juga membedakan antara Pelanggaran Kesusilaan dengan Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Pelanggaran Kesusilaan diatur dalam Bab VI yang meliputi Pasal 532 sampai Pasal 547, kecuali Pasal 542 dan Pasal 543 yang dihapus. Menyanyikan lagu, atau menyampaikan pidato tidak pantas termasuk dalam pelanggaran ini.

Sedangkan Kejahatan Terhadap Kesusilaan diatur dalam Bab XIV yang meliputi Pasal 281 sampai Pasal 303. Penganiayaan terhadap hewan dan judi termasuk Kejahatan Terhadap Kesusilaan.

Sebagai tambahan, KBBI menyebutkan bahwa pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar; tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan. Sedangkan kejahatan adalah (1) perbuatan yang jahat; (2) sifat yang jahat; dan (3) dosa; (4) perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis.


Autopsi

Setiap kematian yang diselidiki kepolisian harus melalui autopsi. Istilah ini sering ditulis dengan otopsi. Istilah autopsi sering disamakan dengan visum. Padahal dua istilah ini memiliki perbedaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), autopsi adalah pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya; bedah mayat.

Ada dua jenis autopsi, yaitu autopsi forensik, dan autopsi klinis. Kepolisian menggunakan autopsi forensik untuk menyelidiki kasus kematian tidak wajar. Sedangkan autopsi klinis digunakan untuk tujuan riset atau pelajaran.

Dalam autopsi, dokter melakukan pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan rekonstruksi tubuh. Pemeriksaan luar, seperti melihat luka, sidik jari, ciri-ciri mayat, dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan dalam dilakukan dengan cara pembedahan, baik dada, perut, dan sebagainya.

Setelah pembedahan selesai, dokter atau mengembalikan seluruh organ tubuh. Pengembalian organ tubuh inilah yang disebut rekonstruksi tubuh.

Banyak keluarga korban yang menolak autopsi terhadap tubuh korban dengan berbagai alasan. Alasan paling sering terjadi adalah keluarga korban tidak tega bila dokter membedah jenazah korban.

Untuk keluarga korban yang tidak menyetujui autopsi, kepolisian akan menyodorkan surat pernyataan. Surat ini berisi pernyataan bahwa keluarga korban bersedia menanggung akibat tidak adanya autopsi.

Comments