Kowa-kowo Dadi Wong Ilang (1) : Jalan Berputar di Sekitar Gambir

Sehari sebelum kembali ke Malang, aku bertanya kepada temanku.

"Naik apa kalau mau ke Terminal Gambir dari hotel?"

Temanku sudah dua tahun di Jakarta. Tapi, dia tidak mengetahui angkutan yang melintas di depan Hotel Gren Alia Prapatan.

Maklum mobilitasnya biasa naik kendaraan pribadi.

Dia mengatakan jarak antara hotel ke Terminal Gambir sangat dekat.

Mungkin hanya sekitar 1,5 kilometer.

Kalau ditempuh dengan jalan kaki, tidak lebih dari sejam.

Dia menyarankan aku menyusuri jalan di luar hotel.

"Jangan berbelok. Nanti setelah ada jembatan, baru menyebrang. Di situlah Terminal Gambir," kata dia.

Aku pun hanya terdiam selama temanku menjelaskan.

Setelah mendengar penjelasannya, aku dan teman-teman mencari tempat nongkrong di sekitar Cikini.

Selama nongkrong ini, tidak ada satu pun teman yang memberikan info angkutan dari hotel ke Terminal Gambir.

Kami lebih banyak bercerita ngalor-ngidul tak jelas.

Sampai kembali ke hotel, aku belum mengetahui angkutan ke Terminal Gambir.

Aku bertekad jalan kaki ke Terminal Gambir.

Tidak peduli kesasar atau jarak yang kutempuh semakin jauh.

Yang penting tiba di Bandara Sukarno Hatta tepat waktu dan tidak ketinggalan pesawat menuju Malang.

Sabtu (31/8/2013) pukul 09.00 WIB aku chek out dari hotel.

Aku memperkirakan tiba di Terminal Gambir maksimal pukul 11.00 WIB.

Bila tiba di terminal sebelum pukul 11.00 WIB, aku bisa ngonkrong atau jalan-jalan di sekitar terminal.

Bila perjalanan normal, aku tiba di Bandara pukul 12.00 WIB.

Pesawat menuju Malang dijadwalkan berangkat pukul 12.50 WIB. Itulah bayanganku.

Ternyata temanku tidak menjelaskan kepadaku kalau banyak pertigaan kecil selama perjalanan.

Setiap ada pertigaan, aku bertanya pada orang soal jalan menuju Terminal Gambir.

Aku melihat Stasiun Gambir. Tapi kok belum terlihat Terminal Gambir.

Di depanku ada pertigaan.

Aku bingung mengambil jalan ke kanan atau lurus.

Aku bertanya pada kuli jalan.

Kelihatannya dia dari Jawa Timur atau Jawa Tengah.

Tapi, aku bertanya menggunakan Bahasa Indonesia.

Aku khawatir dia bukan dari Jawa Timur atau Jawa Tengah.

Sebagaimana diriku, ternyata dia tidak memahami daerah Jakarta.

"Kalau Gambir ya ini," katanya sambil menunjuk Stasiun Gambir.

Aku mempertegas bahwa butuh ke Terminal Gambir, bukan Stasiun Gambir.

“Kalau Terminal Gambir, saya tidak tahu,” tambahnya.

Aku sempat terdiam di pertigaan.

Hatiku mantap memilih jalur belok kanan.

Berlahan kulangkahkan kakiku menyusuri jalanan.

Rasa capek sudah terasa.

Tubuhku sudah mulai mengeluarkan keringat.

Aku hanya berharap tidak terserang dehidrasi akibat panasnya Jakarta.

Lagi-lagi ada pertigaan di depanku.

Aku semakin bingung.

Daripada kesasar terlalu jauh, aku ke sebuah gereja dan bertanya pada satpam.

Sebagaimana kuli jalan, satpam itu menunjuk ke arah Stasiun Gambir.

Aku pun mempertegas butuh ke Terminal Gambir, bukan Stasiun Gambir.

Dia mengatakan dengan logat Betawi.

"Terminalnya di samping stasiun itu," katanya.

Aku baru percaya.

Aku kembali ke jalur semula.

Tidak ada papan Terminal Gambir. Di situ ada terminal Bus Way.

Aku semakin bingung.

"Apa maksud terminal kata satpam itu adalah terminal Bus Way?" batinku.

Daripada bengong, aku kembali menyusuri jalanan Jakarta.

Tanpa terasa aku tiba di Tugu Monumen Nasional (Monas). Aku semakin bingung.

Seorang tentara kudekati.

Aku bertanya arah menuju Terminal Gambir.

Tentara itu menujuk arah pepohonan.

Di balik pepohonan itulah Terminal Gambir.

Dia berpesan sebaiknya aku mengambil jalan pintas melalui pintu masuk Monas.

Kalau lewat luar Monas, jalannya semakin jauh.

Aku mempertegas petunjuk tentara itu sampai tiga kali.

Setelah dia membenarkan aku baru melangkahkan kaki.

Dari dalam pelataran Monas inilah terlihat antrean bus.

Aku baru yakin bahwa itu adalah Terminal Gambir.

Masalahnya, aku masih belum tahu pintu keluar Monas menuju Terminal Gambir.

Aku berencana menyusuri gerbang Monas sambil melihat arah antrean bus.

Gerbang keluar terlihat, tapi aku masih belum tenang.

Ternyata gerbang Monas bersebelahan dengan gerbang terminal.

Aku langsung masuk gerbang terminal.

Aku baru yakin bahwa yang kumasuki adalah Terminal Gambir setelah melihat pos polisi.

Saat tiba di Terminal Gambir, Kamis (29/8/2013) kemarin, pos inilah yang pertama kali kulihat.

Aku melihat ke kanan, ada jejeran penjual nasi.

Aku sempat makan di salah satu warung itu.

Baru aku yakin telah tiba di Terminal Gambir.

Perjalanan dari hotel menuju Terminal Gambir sangat melelahkan.

Aku langsung masuk ke warung dan memesan makan.

Aku tidak langsung pergi setelah makan kuhabiskan.

Aku memilih duduk-duduk dulu sambil menghilangkan rasa lelah.

Dalam benakku tersirat, aku tidak tersesat di Jakarta, aku tidak akan ketinggalan pesawat, dan bisa sampai rumah di Malang.

Comments