Senioritas yang Terkebiri
Jam di dinding sudah menunjukan pukul 19.00 WIB.
Seharusnya aku hadir
dalam acara di salah satu hotel di Kota Malang.
Tapi aku masih malas untuk berangkat.
Aku masih bimbang antara berangkat atau tidak.
Meskipun berangkat, aku sengaja
terlambat.
Toh aku yakin acaranya bakal
molor dari jadwal semula.
"Katanya kamu akan datang ke acaranya. Ini waktunya makan-makan. Cepat
ke sini, sebelum makanannya habis," kata temanku melalui BlackBerry Messenger (BBM).
Aku langsung berkemas, dan berangkat.
Hanya dalam waktu lima menit, aku sudah
tiba di lokasi.
Tamu undangan sudah banyak yang hadir.
Mulai dari advokat, dosen,
pimpinan perusahaan media, dan forum pimpinan daerah (Forpimda).
Tapi belum ada
tanda-tanda acara akan dimulai.
Tamu undangan masih menikmati makanan yang
disajikan.
Seremonial baru dimulai sekitar pukul 20.00 WIB.
Acaranya monoton.
Sebagaimana seremonial lainnya, pastinya ada sambutan.
Aku semakin bosan mengikuti
acara.
Daripada bengong di lokasi, aku membaca email masuk dan meng-up
date berita.
Tidak lupa telingaku mencoba mendengar isi sambutan.
Siapa tahu
ada informasi menarik dari monotonsi seremonial.
Dua jam berlalu.
Acara ditutup dengan doa.
Aku sudah keluar sebelum doa
dibacakan.
Aku sempatkan berbincang dengan rekan kerja.
Sesekali aku melihat orang
yang kucari.
Mataku tertuju kepada dua orang yang sedang berbincang di depan
lift.
Dua orang tersebut bekerja di institusi yang sama.
Keduanya menjabat di
posisi yang berbeda.
Satu orang anggap saja sebagai atasannya.
Sedangkan satu
orang lainnya adalah anak buahnya.
Meskipun masih berstatus anak buah, dia memiliki
banyak relasi.
Bahkan relasi yang dimilikinya lebih luas dibandingkan
atasannya.
"Sampean senior di jabatan,
sedangkan dia senior di lapangan," kelakarku saat berbincang dengan dua orang itu.
Senior dan junior memang relatif.
Biasanya senioritas dipandang dari jabatan.
Semakin tinggi jabatan seseorang, maka dianggap palin senior.
Tentunya posisi ini
juga menentukan besaran penghasilan.
Jabatan senior lebih tinggi dibandingkan
juniornya.
Senioritas dan junioritas dalam jabatan tidak menentukan besaran pendapatan
per bulan.
Seorang junior dalam jabatan belum tentu pendapatannya lebih rendah
dibandingkan seniornya.
Justru senior pada posisi yang bisa menentukan besaran pendapatan.
Semakin lama seseorang di
posisinya, peluang pendapatannya melonjak lebih besar.
Tapi senioritas dan junioritas tidak bisa hanya dipandang dari posisi
atau jabatan seseorang.
Seseorang boleh mengklaim dirinya senior karena faktor jabatan.
Seseorang yang jabatannya lebih rendah bisa menjadi senior.
Bila sang junior lebih
lama duduk di posisi tersebut, tentu dia lebih senior.
Dia paling memahami
kondisi di sekitarnya dibandingkan atasan yang baru saja duduk di jabatannya.
Tidak mengherankan banyak senior di jabatan masih berusia muda.
Sedangkan sang junior di jabatan usianya lebih tua.
Akibat perbedaan ini, saat memanggil
pun sering salah tingkah.
Atasan memanggil dengan sebutan ‘pak’ kepada
bawahannya karena usia dan senioritas di lokasi.
Sedangkan bawahannya juga memanggil
‘pak’ kepada atasannya karena posisinya lebih tinggi.
Comments
Post a Comment