Inisial: Kekonyolan dalam Berita Hukum dan Kriminal

Inisial bukan istilah asing bagi wartawan yang biasa menulis berita hukum dan kriminal.

Aparat penegak hukum pun sering menggunakan inisial untuk mempublikasi atau merilis nama tersangka.

Bagi aparat penegak hukum, penggunaan inisial termasuk upaya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Artinya, orang yang diduga melakukaan kejahatan dianggap tidak bersalah sebelum ada kepastian hukum.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inisial berarti 'huruf pertama kata atau nama orang'.

Istilah inisial berasal dari bahasa Latin, yaitu initialis yang berarti berdiri di awal.

Dilansir dari Wikipedia, inisial adalah huruf pertama dari kata, bab atau paragraf yang ukurannya dibuat jauh lebih besar daripada ukuran huruf-huruf selebihnya.

Misalnya nama Mohammad Zainuddin. Ketika ditulis inisial menjadi MZ.

Tujuan penggunaan inisial dalam berita hukum dan kriminal adalah untuk mengaburkan atau menyembunyikan identitas orang, tempat, dan sebagainya.

Dalam kaidah jurnalistik, ada empat pihak yang identitasnya harus disembunyikan, yaitu:

1. Pelaku kejahatan yang masih berusia di bawah umur

Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Kategori anak di bawah umur ini disesuaikan dengan aturan yang berlaku.

2. Korban asusila

Pasal 5 KEJ juga menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila.

Korban asusila ini tidak memandang jenis kelamin, usia, dan latar belakang.
Meskipun sudah berusia dewasa, identitas korban asusila tetap harus disembunyikan.

3. Narasumber yang terancam keselamatannya

Pasal 7 KEJ menyebutkan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Sebelum menulis nama narasumber, wartawan harus bisa memprediksi keamanan narasumber terkait informasi yang disampaikan.

Bila wartawan memprediksi keamanan narasumber terancam, wartawan harus menyembunyikan identitas narasumber, termasuk latar belakangnya.

4. Sesuai permintaan narasumber

Wartawan harus menghargai keinginan narasumber agar identitasnya tidak terungkap di publik.

Tapi, wartawan tidak bisa sembarangan memenuhi permintaan narasumber untuk menyembunyikan identitas.

Wartawan harus mengukur dan mempertimbangkan beberapa hal sebelum menyembunyikan identtas narasumber.

Dalam kasus proyek fisik atau proyek pemerintahan, kadang pihak yang kalah tender akan mengungkap kejanggalan selama proses tender.

Dalam konteks ini, wartawan harus hati-hati agar tidak menjadi alat untuk menjajtuhkan pihak tertentu.


***

Dalam praktiknya, inisial tidak hanya menggunakan huruf awal dari kata atau nama.

Ada wartawan yang menggunakan nama umum dan abstrak, misalnya Bunga, Mawar, Melati, dan sebagainya.

Ada pula wartawan yang menggunakan sebagaian informasi dari narasumber atau korban, misalnya cewek usia 13 tahun, siswi SMP, dan sebagainya.

Wartawan juga bisa menggunakan nama lain dari orang tersebut, seperti Bolot, Kepet, dan sebagainya.

Tapi, wartawan tetap harus memastikan penggunaan istilah tidak bisa mengungkap identitas orang tersebut.

Bila penggunaan inisial masih memungkinan identitas orang tersebut terungkap, wartawan harus mencari inisial lain.

Menurut saya, penggunaan inisial harus disertai dengan menyembunyikan segala sesuai yang memungkinkan mengungkap identitas korban.

Misalnya dalam kasus pelecehan dan pengeroyokan terhadap siswi SD di Kota Malang beberapa waktu lalu.

Mayoritas wartawan memang menginisial nama korban dan pelaku yang masih di bawah umur.

Tapi, ada wartawan yang mengungkap lokasi detail penganiayaan, seperti nama jalan.

Meskipun nama diinisial, tapi nama jalan itu bisa menjadi kunci untuk mengungkap identitas korban.

Bisa saja pembaca datang ke lokasi, dan bertanya ke warga terkait identitas korban.

Jadi, inisial nama tidak cukup untuk menyembunyikan identitas korban dan pelaku yang masih di bawah umur.

Wartawan harus memastikan informasi terkait korban dan pelaku di bawah umur tidak menjadi kunci untuk membongkar identitas.

Bila nama jalan dan sekolah berpotensi mengungkap identitas, sebaiknya disembunyikan.

Selain ketentuan di atas, wartawan juga harus mempertimbangkan untuk mengungkap identitas korban kejahatan jalanan, seperti korban begal, korban jambret, dan sebagainya.

Memang tidak ada ketentuan bahwa wartawan harus menyembunyikan identitas korban kejahatan jalanan.

Ada dua pertmbangan untuk enyembunyikan identitas korban kejahatan jalanan, yaitu:

1. Terkait asas praduga tak bersalah

Aparat penegak hukum menggunakan asas praduga tak bersalah untuk menyembunyikan identitas pelaku kejahatan jalanan, baik kepada publik maupun kepada wartawan.

Karena pelaku masih dianggap tidak bersalah, seharusnya korban juga dianggap menjadi korban.

Konsekwensinya, aparat penegak hukum maupun wartawan harus menyembunyikan identitas korban kejahatan jalanan.

Konyol bila menyembunyikan identitas pelaku tapi mengungkap identitas korban.

Dalam konteks ini, aparat penegak hukum masih menghormati hak pelaku kejahatan tapi mengabaikan hak korban.

Seharusnya pelaku dan korban mendapat hak setara, yaitu sama-sama identitasnya tidak terungkap.

Ini berbeda bila korban memang berkenan identitasnya terungkap.

Bila korban berkenan, wartawan bisa mengungkap identitas korban.


2. Menjaga keselamatan narasumber

Wartawan bisa menggunakan keselamatan korban sebagai acuan untuk menyembunyikan identitas korban kejahatan jalanan.

Perlu diketahui, karakter penjahat jalanan berbeda dengan pelaku kejahatan di ruang privat.

Umumnya penjahat jalanan memiliki sindikat, baik di dalam kota maupun lintas kota.

Meskipun pelaku sudah ditahan di penjara, tapi anggota sindikatnya masih berkeliaran di luar penjara.

Anggota sindikat inilah yang bisa menjadi ancaman bagi korban kejahatan jalanan.

Anggota sindikat pasti sakit hati bila temannya tertangkap polisi dan masuk penjara.

Bisa saja anggota sindikat ini menganggap korban yang menjadi penyebab pelaku masuk di penjara.

Bila ingin melampiaskan dendam, anggota sindikat bisa saja melampiaskan ke korban.

Identitas korban yang terungkap di media memudahkan anggota sindikat untuk mencari korban dan melampiaskan dendamnya.

Makanya wartawan jangan mudah mengumbar identitas korban kejahatan jalanan.

Pertimbangkan ulang sebelum menyebut identitas lengkap korban.

Prinsip utama dalam jurnalistik adalah keberimbangan.

Wartawan harus berupaya mengonfirmasi ke semua nama atau pihak yang tercantum di dalam berita.

Bila tidak memungkinkan atau tidak bisa megonfirmasi korban, lebih baik menginisial atau menyembunyikan identitas korban.

Comments