Jalan Panjang Menuju Pernikahan di Lebak (6) - Suara Letusan Bikin Terkejut

Aku sempat terbangun saat kondektur teriak "Bekasi Timur".

Ada penumpang yang langsung berdiri.

Aku tidak ingat jumlah penumpang yang berdiri.

Tak lama kemudian bus berhenti.

Aku sempat melihat beberapa penumpang turun di titik pemberhentian.

Setelah penumpang turun, bus kembali melaju.

Samar-samar kulihat gerbang tol. Aku tidak ingat nama gerbang tol.

Bus baru saja masuk gerbang tol.

Mungkin hanya sekitar 100 meter dari pintu tol.

Tiba-tiba terdengar suara letusan dari bagian belakang bus.

Bus masih tetap melaju.

Tapi sopir berusaha mengurangi kecepatan bus.

Sempat diskusi kecil antar kru bus.

Dari diskusi kecil itu aku tahu bahwa letusan tadi akibat ban meletus.

Para kru memperkirakan ban meletus adalah ban yang lama.

"Ban belakang itu kan ada yang lama dan ada yang baru. Mungkin ban lama yang meletus," kata seorang kru bus.

Ada kru yang usul agar bus berhenti sejenak untuk memastikan kondisi ban.

Ada pula kru yang agar bus tetap berjalan pelan sampai gerbang tol terdekat.

Akhirnya opsi kedua yang dipilih.

Sopir berhenti sekitar 100 dari pintu keluar tol.

Para kru langsung keluar bus, dan menuju ke belakang bus.

Setelah dipastikan letusan tadi akibat ban meletus, ada kru yang mengambil peralatan untuk mengganti ban.

Sebagai kru mengambil ban serep di bagian depan bus.

Tapi, ada pula yang memilih meregangkan otot dengan cara olahraga ringan.

Aku pun turun dari bus.

Aku ingin menghirup udara segar, merokok, dan melihat suasana sekitar.

Aku tidak tahu lokasi bus berhenti.

Tidak ada papan yang menunjukkan lokasi.

Tapi, aku mlihat papan petunjuk jalan tertulis 'Priok', 'Bekasi', dan sebagainya.

Sambil menunggu kru bus mengganti ban, aku berbincang dengan beberapa penumpang.

Dari beberapa penumpang itu, aku tertegun pada kisah penumpang asal Surabaya.

"Saya sudah lama tidak ke Jakarta. Saya terakhir ke Jakarta pasca kerusuhan 1998," kata penumpang itu.

Dia mengaku sebagai saksi sejarah kerusuhan 1998.

Bahkan dia turut menjadi bagian penjarah yang mengambil barang milik orang lain.

Dia menyebut tidak ada warga atau petugas yang berani melarang penjarahan.

Warga hanya bisa menyaksikan penjarahan yang terjadi.

Dia kembali ke Surabaya tidak lama setelah kerusuhan berakhir.

Dia mengaku membawa hasil jarahan cukup banyak.

Dia mencontohkan ponsel.

Ponsel memang menjadi barang langka dan mewah pada saat itu.

Tidak banyak orang yang memiliki ponsel.

Hanya orang ekonomi sangat mapan yang bisa memiliki ponsel.

"Dulu istilahnya bukan isi pulsa, tapi suntik," kata pria itu.

Pria itu menghentikan kisahnya saat melihat kru bus membawa ban meletus ke bagian depan.

Pria itu menyaksikan kru bus menaruh ban meletus di tempat ban serep.

Bus langsung berangkat setelah kru memastikan semua penumpang telah masuk ke dalam bus.

Aku menikmati pemandangan jalan tol selama bus melaju.

Aku menyempatkan diri membuka ponsel untuk melihat Google Maps.

Aku ingin melihat perkiraan waktu yang dibutuhkan menuju Serang.

Ternyata masih lama.

Daripada mual dan pusing, lebih baik aku tidur lagi.

Aku berharap bangun saat tiba di Serang.

Comments