Nilai Berita (News Value)

Wartawan pasti tidak asing dengan istilah nilai berita (news value). Nilai beria ini yang menjadi acuan bagi wartawan untuk menentukan peristiwa atau informasi layak menjadi berita atau tidak. Nilai berita memudahkan wartawan untuk memilih sudut pandang (angel) dalam penulisan berita.

Dalam era sekarang, nilai berita tidak hanya penting diketahui oleh wartawan. Konten kreator, bloger, penulis lepas (freelancer), humas (public relation) juga perlu mengetahui dan memahami nilai berita. Sebab, profesi-profesi ini juga menuntut karya atau publikasinya mendapat perhatian publik.

Umumnya, nilai berita terdiri dari (1) pengaruh atau magnitude, (2) penting atau significance, (3) keterbaruan atau actuality, (4) kedekatan atau proximity, (5) sosok atau ketokohan atau prominence, (6) dampak atau impact, (7) konflik, (7) menarik minat pembaca atau human interest, (8) keanehan atau unusualness, dan (9) seks.

Satu berita tidak harus memenuhi semua unsur dalam nilai berita. Informasi atau peristiwa yang mengandung satu atau dua nilai sudah layak disebut berita. Tapi dalam pemberitaan atau publikasi, biasanya edtor mempertimbangkan jumlah kandungan nilai berita di dalam informasi atau peristiwa tersebut. Semakin banyak nilai berita yang terkandung di dalam informasi atau peristiwa tersebut, kemungkinan besar akan dipublikasi. Sebaliknya, informasi atau peristiwa yang nilai beritanya sangat minim, kemungkinan besar akan tersisih atau tidak akan dipublikasi.

Dalam praktiknya, wartawan ataua profesi sejenis mengabaikan kandungan nilai berita di dalam informasi atau peristiwa yang akan dipublikasikan. Terutama bagi humas yang hanya mengejar publlikasi daripada ketertarikan pembaca terhadap informasi atau peristiwa yang dipublikasikan.

Kadang humas tidak kehabisan akal untuk dapat menembus publikasi di media arus utama atau media mainstream. Dengan membuat rilis dan disebar ke wartawan, informasi atau peristiwa tersebut berpeluang bisa tayang atau dipublikasi oleh media mainstream. Di sisi lain, wartawan juga kadang mengolah seenaknya rilis tersebut sebelum dipublikasi. Bahkan kadang rilis tersebut langsung dipublikasi tanpa diedit secara profesional.

Bisa dilihat dalam beberapa media mainstream yang mengunggah atau mempublikasi rilis. Kadang titik, koma, typo atau kesalahan penulisan, sampai inisial penulis asli masih muncul dalam media. Padahal penulisan berita seperti ini masuk kategori plagiat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plagiat adalah pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya milik orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan, pendapat, dan sebagainya milik sendiri. Padahal Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Dengan mengakui karya orang lain (termasuk humas atau rilis) sebagai karya sendiri, watawan telah menjadi plagiat. Meskipun masuk kategori pelanggaran, tapi dalam dunia jurnalistik, plagiasi ini seakan-akan sudah menjadi hal yang lumrah atau wartawan. Bahkan wartawan lain atau humas tidak mempermasalahkan bila karyanya diplagiasi. Justru humas kadang lebih senang bila rilisnya dapat dipublikasi di media mainstream tanpa edit. Wartawan atau humas baru mempersoalkan bila plagiasi tersebut dilakukan oleh wartawan yang tidak disukai.

Comments