Pangkat Kopral Tapi Gaji Jenderal

Seharusnya gaji setara dengan pangkat yang diemban dalam jabatan. Kalau pegawai pangkat rendah, gajinya juga rendah. Begitu pula kalau pangkatnya tinggi, gajinya juga lebih besar.



Tapi, kadang pegawai pangkat rendah mendapat gaji atau penghasilan besar. Bahkan pegawai dengan pangkat rendah itu memiliki gaji atau penghasilan lebih besar dibandingkan pegawai berpangkat lebih tinggi.

Kondisi seperti inilah yag dimaksud pengkat kopral tapi gaji jenderal. Gaji atau penghasilan tidak sebanding dengan pangkat dan tugas yang diemban. Pangkat kopral tapi gaji jenderal ini bisa terjadi di semua profesi, termasuk wartawan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaji adalah (1) upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap; dan (2) balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu. Sedangkan penghasilan berarti (1) proses, cara, perbuatan menghasilkan; dan (2) pendapatan atau perolehan (uang yang diterima, dan sebagainya).

Saya membedaakan antara gaji dan penghasilan. Gaji adalah pendapatan yang diperoleh dari atau sesuai hasil kerja, yang biasanya meliputi upah reguler, tunjangan, atau tambahan lain yang berasal dari tempat kerja. Sedangkan penghasilan merupakan total pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu, baik dari gaji maupun sumber pendapatan lain.

Kalau istilah 'pangkat kopral tapi gaji jenderal' ditujukan untuk wartawan, belum tentu berkonotasi negatif. Bisa saja si wartawan memiliki sumber pendapatan selain dari hasil kerjanya sebagai wartawan. Mungkin si wartawan itu memiliki usaha lain, atau istrinya bekerja, atau tidak memiliki tanggungan ekonomi terlalu banyak di keluarga.

Tapi, umumnya istilah itu disematkan ke wartawan dalam konotasi negatif. Sudah bukan rahasia lagi bila wartawan disebut gampang mendapat uang. Banyaknya relasi membuat wartawan mudah mendapat penghasilan. Selain dari acara-acara seremonial, kadang wartawan juga mendapat sesuatu semacam gratifikasi dari kenalannya yang memiliki kepentingan dengan kerja-kerja jurnalistik.

Tapi, tidak semua wartawa seperti itu. Apalagi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) melarang wartawanaa menerima suap. Masih ada wartawan yang berpegang teguh pada KEJ. Jumlahnya berapa? Saya rasa jumlahnya tidak terlalu banyak.

Di kalangan wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dikenal sebagai organisasi yang berpegang teguh pada kode etik dan profesionalisme. Apakah seluruh anggota AJI mau dan bisa berpegang teguh pada kode etik dan profesionalisme? Hanya pengurus dan anggota AJI yang bisa menjawabnya.

Comments