Ada Tuyul di Dunia Wartawan

Ada tuyul di dunia wartawan atau perusahaan media.

Banyak perusahaan media level nasional sampai perusahaan media level lokal yang menggunakan jasa tuyul.

Mitologi Jawa menggambarkan tuyul sebagai sosok yang bisa mencari uang.

Tuyul digambarkan sebagai sosok berkepala plontos dan berbadan kecil.

Tapi, tuyul sangat lincah mencari uang untuk majikannya.

Begitu pula gambaran dalam dunia wartawan.


Tuyul bisa mencari pendapatan bagi kontributor maupun perusahaan.

Tugas tuyul sama dengan wartawan, baik wartawan organik maupun wartawan lepas alias kontributor.

Tuyul bertugas mencari data, mengolah data, dan menyajikan data dalam bentuk berita.

Ada tiga perbedaan antara tuyul dan wartawan organik.

Pertama, perbedaan status
Mayoritas perusahaan media tidak mengakui status kepegawaian dari tuyul.

Secara hirarkis, tuyul tidak bertanggung jawab kepada perusahaan.

Tuyul tidak memiliki ikatan apapun dengan perusahaan, termasuk hubungan industrial.

Tuyul hanya memiliki hubungan kerja dengan kontributor.

Jadi untuk gambarannya, perusahaan media memiliki kontributor yang memasok berita.

Kemudian kontributor memiliki tuyul.

Bila ada kejadian atau informasi penting yang perlu diberitakan, perusahaan akan memberi instruksi kepada kontributor.

Baru kemudian kontributor yang akan memerintahkan tuyul untuk ke lokasi kejadian atau menggali informasi tersebut.

Kedua, perbedaan pendapatan
Karena tidak memiliki ikatan apapun, perusahaan tidak menggaji atau memberi upah kepada tuyul.

Perusahaan hanya memberi gaji atau upah kepada kontributor.

Pendapatan tuyul berasal dari kontributor.

Biasanya pembagian hasil kerja sesuai dengan kesepatan antara kontributor dan tuyul.

Bila kontributor baik hati, tuyul akan mendapat bagian lebih besar.

Sebaliknya, tuyul bisa mendapat persentase lebih kecil dibandingkan pendapatan kontributor.

Baca juga: Wartawan Konyol

Ketiga, perbedaan pengakuan karya
Memang tuyul yang mencari data, mengolah data, dan menyajikan data dalam bentuk berita.

Tapi, perusahaan media tidak mengakui berita tersebut sebagai karya tuyul.

Sejumlah perusahaan media mencantumkan nama kontributor dalam berita tersebut.

Artinya, berita tersebut adalah karya dari sang kontributor, bukan hasi karya tuyul.

Perusahaan mencantumkan nama kontributor dalam berita karena tidak ada ikatan atau hubungan industrial dengan sang tuyul.

Fenomena seperti ini memang masuk kategori plagiasi dalam dunia wartawan.

Sebab, perusahaan mencantumkan nama kontributor dalam karya tuyul.

***

Fenomena ini memang sangat merugikan tuyul.

Ada beberapa pertimbangan yang membuat perusahaan membiarkan kontributor memelihara tuyul.

Pertama, kontributor butuh kesejahteraan

Aku menggambarkan kontributor seperti pedagang.

Kontributor hanya mendapat bayaran dari berita yang tayang di media massa.

Ada pula perusahaan yang memberi upah sesuai jumlah berita kiriman kontributor.

Tentunya ada perbedaan antara upah untuk berita yang dikirim tapi tidak tayang dengan berita yang dikirim tapi tayang.

Bila berita tayang, kontributor akan mendapat bayaran.

Bila berita tidak tayang, kontributor harus rela tidak mendapat upah dari perusahaan.

Otomatis pendapatan kontributor tidak menentu.

Akhinya kontributor memilih pekerjaan lain atau ber-wiraswasta atau wirausaha.

Agar wiraswasta atau wirausaha dan pendapatan dari jurnalistik tetap jalan, kontributor mencari tuyul.

Kedua, tuyul butuh pemasukan

Sebagaimana kontributor, tuyul juga butuh pemasukan atau pendapatan.

Tapi, tidak mudah mencari pekerjaan di perusahaan besar.

Persaingan dalam pencarian pekerjaan menjadi kendala tersendiri.

Dengan memanfaatkan relasi, seseorang mudah menjadi tuyul.

Apalagi wartawan termasuk profesi.

Siapa saja bisa menjadi wartawan.

Seseorang bisa menjadi wartawan dengan modal kemauan dan kemampuan mengoperasikan perangkat kerja, .

Tuyul tidak mempersalahkan pengakuan status dari perusahaan.

Yang penting pekerjaan itu dapat memberi pendapatan.


Ketiga, berita itu penting

Meskipun tahu, perusahan cenderung membiarkan kontributor yang memiliki tuyul.

Bagi perusahaan, yang penting ada pasokan berita atau tidak ketinggalan isu penting.

***

Fenomena tuyul bukan isu baru dalam dunia wartawan.

Tapi, sangat jarang tuyul menggugat statusnya.

Tuyul merasa nyaman dengan statusnya sebagai wartawan yang tidak terikat dengan perusahaan media.

Tidak adanya ikatan ini membuat tuyul bisa mengirim karyanya ke sejumlah perusahaan media.

Tentunya harus ada perbedaan signifikan antara karya yang dikirim ke perusahaan satu dengan perusahaan lain.

Perusahaan juga tidak mau menerima karya atau berita yang sudah dikirim ke perusahaan lain.

Kondisi ini berbeda dengan wartawan yang terikat pada satu perusahaan media.

Wartawan itu hanya bisa mengirim seluruh karyanya ke perusahaan tersebut.

Bila kepergok mengirim karya ke perusahaan lain, wartawan itu harus siap-siap kena sanksi.

Comments