Pembunuhan Wartawan Marsal Harahap: Saya Sudah Menduga Ada Uang

Pemimpin Redaksi (Pemred) www.lassernewstoday.com, Mara Salem Harahap alias Marsal Harahap tewas tidak jauh dari rumahnya di Huta VII, Nagori Karang Anyar, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun pada 19 Juni 2021.

Mayat Marsal ditemukan di dalam mobil Datsun Go Panca nopol BK 1921 WR.

Ada luka tembak di paha kiri dan di dada kanan korban.

Berbagai spekulasi terkait pembunuhan Marshal.

Sesuai pemberitaan di Detik.com, keluarga menduga pembunuhan terhadap Mashal terkait berita.

Tapi ada juga yang menyebut pembunuhan ini terkait bandar narkoba dan judi.

"Katanya, korban sering main dengan bandar narkoba dan judi. Korban sering mengganggu bagi yang tidak menyetor," kata wartawan di grup WhatsApp (WA).

Dalam catatan Dewan Pers, Marsal memiliki rekor negatif.

Tenaga Ahli Dewan Pers, Marah Sakti Siregar menyebutkan pembunuhan Marsal terkait kasus pemerasan.

Marsal juga pernah dihukum terkait kasus pemerasan yang memanfaatkan sebagai wartawan.

Tribunmedan.com mencatat Marsal beberapa kali tersandung kasus hukum.

Marsal pernah dilaporkan dalam kasus pelanggaran UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Setelah bebas, Marsal kembali terlibat kasus hukum.

Marsal dan temannya yang bernama Suwardi alias Apeng pejabat pejabat PTPN III Gunung Pamela.

Marsal dan Apeng minta uang Rp 30 juta agar tidak memberitakan kabar buruk PTPN III.

Polisi menangkap Marsal saat menerima uang hasil pemerasan tersebut.

Marsal divonis hukuman satu tahun penjara.

Pembunuhan Marsal ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis, baik kekerasan verbal, kekerasan fisik, maupun pembunuhan sampai pembunuhan.

Motif kekerasan terhadap jurnalis pun beragam, mulai terkait berita sampai sakit hati terkait tindak pidana, seperti pemerasan.

Saat berita pembunuhan mencuat, saya sudah menduga Marsal melakukan tindak pidana sebelum menjadi korban pembunuhan.

Dugaan saya karena melihat posisi Marsal di www.lassernewstoday.com, yaitu sebagai pemred.

Pemred merupakan posisi tertinggi yang menangani pemberitaan di dalam perusahaan media.

Biasanya, pemred tidak terlibat langsung dalam permainan, penggolahan, dan penulisan berita.

Tugas ini ditujukan kepada wartawan.

Jadi, wartawan yang berhubungan langsung dengan narasumber terkait.

Tapi, pemred bertanggung jawab terhadap berita yang sudah muncul di media.

Tugas pemimpin redaksi lebih strategis dibandingkan wartawan.

Pertemuan pemred dengan narasumber tidak terkait langsung dengan pemberitaan secara langsung.

Bisa jadi pemred bertemu narasumber terkait hal strategi, seperti iklan besar, kerja sama antar perusahaan, lobi, dan sebagainya.

Narasumber atau pihak yang berkepentingan terhadap berita pasti akan langsung mencari wartawan bila merasa dirugikan.

Selain sering bertemu, narasumber tahu bahwa wartawan yang menulis berita.

Jadi bila ada pemberitaan yang dianggap tidak benar atau tidak sesuai fakta, sering kali narasumber komplain langsung kepada wartawan.

Padahal seharusnya perusahaan atau pemimpin tertinggi perusahaan media yang harus bertanggung jawab.

Tetapi, sering kali wartawan menjadi mengejar target atau sasaran pelampiasan mengecewakan terhadap hasil pemberitaan.

Sangat jarang terjadi editor atau pemred yang menjadi sasaran.

Dalam kasus pembunuhan Marsal, pemred yang menjadi korban.

Padahal umumnya narasumber akan menghubungi wartawan bila ada pemberitaan yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik.

Saya menduga kasus tersebut tidak terkait langsung dengan berita.

Meskipun ada kaitan dengan berita, pasti ada tindak pidana sebagai pemicu.

Dilansir dari Tribunmedan.com, Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra mengatakan pembunuhan Marsal melibatkan pemilik diskotek bernama Sujito, humas diskotek berinisial YFP (31), dan oknum TNI berinisial H.

Sesuai laporan liputan6.com, Marsal minta jatah uang Rp 12 juta per bulan.

"Korban per hari meminta dua butir ekstasi. Dengan asumsi, satu pil ekstasi sebesar Rp 200.000. Maka korban meminta Rp 12 juta dalam sebulan," tulisnya.

Jadi sudah jelas bahwa ada pemerasan yang menjadi pemicu pembunuhan.

Padahal Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Tapi bukan berarti pemerasan itu bisa menjadi pembenaran kekerasan terhadap jurnalis. Apalagi sampai membunuh.

Bila wartawan melakukan pemerasan atau tidak pidana lain, narasumber atau orang yang dirugikan bisa melapor ke kepolisian.

Bila wartawan salah dalam pemberitaan, pihak yang dirugikan bisa melapor ke Dewan Pers.

"Beberapa kali menjadi tim anti kekerasan terhadap jurnalis mewakili Dewan Pers. Setelah diinvestigasi, sering sekali berkaitan dengan uang dan wanita. Kalau sudah dapat data begini, jadi kurang bergairah," tulis seorang teman di grup WA.

Sumber bacaan:

1. www.detik.com edisi 19 Juni 2021 berjudul Keluarga Curiga Pemred Media di Sumut Ditembak Gegara Masalah Berita, https://news.detik.com/berita/d-5612437/keluarga-curiga-pemred-media-di-sumut -ditembak-gegara-masalah-berita.

2. www.rmolaceh edisi 25 Juni 2021 berjudul Rekam Jejak Wartawan Mara Salem Negatif Jadi Catatan Dewan Pers, https://www.rmolaceh.id/rekam-jejak-wartawan-mara-salem-negatif-jadi-catatan-dewan-pers .

3. Tribunmedan.com edisi 24 Juni 2021 berjudul Kapolda Sumut dan Pangdam I/BB Peran Pelaku Pembunuhan Marsal Harahap, https://medan.tribunnews.com/amp/2021/06/24/kapolda-sumut-dan-pangdam-ibb -tunjukkan-pelaku-pembunuhan-marsal-harahap?page=all.

4. www.liputan6.com edisi 24 Juni 2021 berjudul Kapolda Sumut Ungkap Identitas Pelaku dan Motif Penembakan Wartawan Siantar, https://m.liputan6.com/regional/read/4590793/kapolda-sumut-ungkap-identitas-pelaku-dan-motif-penembakan-wartawan-siantar

Comments