Cerita Tentang Seorang Bocah

Seorang bocah terseret arus Sungai Brantas tadi siang.

Dia masih duduk di bangku kelas V SD.

Usianya sekitar 12 tahun.

Ratusan warga, kepolisian, dan tim SAR berusaha mencari tubuh korban.

Sampai menjelang petang, proses pencarian belum membuahkan hasil.

Rencanya pencarian jasad korban akan dilanjutkan besok pagi.

Logikanya, masa depan bocah ini masih panjang.

Rata-rata usia manusia modern sekitar 60 tahun.

Jadi bocah itu masih menyisakan usia 48 tahun.

Tapi takdir berkata lain.

Dia belum sempat merasakan kenakalan dunia remaja.

Dia juga belum pernah nikmatnya mencintai seorang wanita.

Masih banyak kenikmatan lain yang belum dirasakannya.

Selama perjalanan dari Sungai Brantas menuju rumah, suasana sudah gelap.

Adzan Magrib masih terdengar.

Saat traffic light menyala merah, aku melihat seorang bocah mendekati pengendara motor.

Tangannya menadah.

Kuperkirakan usianya sekitar tiga atau empat tahun.

Sang pengendara motor hanya memberi tanda tidak memberi uang atau apapun.

Biasanya pengemis anak-anak selalu mendapat pengawasan.

Sesuai dugaanku.

Tidak jauh dari si bocah meminta-minta, seorang pria paruh baya duduk tenang.

Sambil menikmati sebatang rokok, dia seakan acuh dengan si bocah.

Si bocah pun tidak merasa diawasi oleh pria paruh baya itu.

Sesekali dia berjoget dan tersenyum.

Entah apa yang sedang dipikirkan.

Bocah seusianya tidak sepantasnya masih berada di jalanan.

Dia masih berpikir mewarnai harinya dengan ceria.

Bocah seusianya pasti sudah berada di rumah.

Orang tuanya bisa memerintahkan istirahat setelah seharian bermain.

Tubuhnya pun pasti lelah setelah menghabiskan siang hari di luar rumah.

Lain cerita, seorang bocah dibujuk ikut orang dewasa yang tidak dikenalnya.

Lokasinya tidak jauh dari rumahku.

Dengan menunjukan baju-baju bagus, orang dewasa membujuk si bocah mendekat ke mobil.

Bocah itu sempat akan mendekat ke orang dewasa yang tidak dikenalnya.

Seorang warga langsung memanggil bocah itu.

Sang bocah pun membatalkan niatnya mendekat ke orang yang tak dikenal  tersebut.

Seandainya sang bocah itu mendekat ke orang dewasa yang tidak diketahuinya, entah bagaimana nasibnya.

Akhir-akhir ini banyak cerita penculikan anak-anak.

Aku memang belum pernah mendengar langsung dari orang tua atau keluarga korban.

Dari beberapa cerita yang kudengar, pernah ada cerita yang miris.

Mayat bocah ditemukan tanpa kepala.

Muncul dugaan bocah tersebut korban sindikat penjual organ tubuh manusia.

Meskipun belum diketahui kebenarannya, orang tua yang memiliki anak kecil pasti sangat resah.

Apalagi kabar burung di pedesaan lebih cepat menyebar.

Hanya dalam waktu kurang dari sehari, seluruh orang tua yang memiliki anak kecil se-desa sudah mendengar kabar itu.

Suasana desa pun berubah menjadi keresahan massal.

Pemerintah selalu mengkampanyekan bahwa anak-anak adalah masa depan bangsa.

Tapi masa depan tidak bisa diperkirakan.

Pada kasus pertama di atas, masa depan si bocah kemungkinan besar sudah berakhir.

Sedangkan di kasus kedua, masa depan si bocah tergantung orang tua atau pengawasnya.

Bila pemerintah atau pihak lain ada yang bersedia campur tangan, bisa saja masa depannya lebih cerah.

Sedangkan pada kasus ketiga, masa depan anak tergantung sang pengendali sindikat.

Comments