Membuka Memori

Aku memiliki sembilan grup di akun facebook (FB).

Dari sembilan grup ini, aku jarang membuka empat grup.

Empat grup ini terkait masa laluku, mulai grup SMA sampai kuliah dan aktivitas di organisasi.

Bukannya aku malas membuka grup ini.

Tapi grup ini memang jarang ada aktivitas.

Meskipun ada satu atau dua orang yang up date informasi, mungkin hanya sebatas promosi aktivitas atau dagangannya, seperti promosi obat atau lowongan kerja.

Malam ini seluruh orang di rumahku sudah tidur.

Aku menyempatkan diri membuka FB.

Entah kenapa aku ingin membuka empat grup itu secara bergiliran.

Informasinya tidak berbeda dengan kuprediksikan.

Beberapa orang memposting atau mempromosikan aktivitasnya.

Aku tidak melihat yang terposting di empat grup ini.

Aku hanya melihat wajah teman-temanku.

Ada foto lima teman dalam satu frame.

Aku tidak tahu dimana dan kapan foto ini diambil.

Kelihatannya foto ini diambil saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.

Dalam foto itu, kelima temanku tidak mengenakan baju.

Posenya khas anak muda.

Anak yang bergaya petinju, ada yang pamer rokok, dan sebagainya.

Aku tidak tahu bagaimana nasib mereka sekarang.

Aku bertemu dengan teman kuliahku sekitar 2011 lalu.

Saat itu Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang mengadakan reuni.

Sekitar 100 orang hadir.

Tapi hanya sekitar 20 orang teman seangkatanku yang hadir.

Membuka memori ini mengingatkan aku saat masih duduk di bangku kuliah.

Samar-samar aku mengingat kenakalan yang pernah kulakukan.

Dengan kondisiku sekarang, aku sering berpikir bagaimana kondisi teman-temanku.

Kami sama-sama dibesarkan dalam kenakalan masing-masing.

Tentunya kondisi masa kini pasti berbeda.

Aku teringat saat reuni itu diberi angket oleh fakultas.

Aku lupa poin-poin yang ditanyakan.

Aku hanya mengingat satu poin: apa pelajaran kuliah berguna bagi pekerjaan anda.

Aku dan teman-temanku sempat saling pandang.

Seakan tidak percaya dengan pertanyaan yang tertera dalam tertera.

Beberapa detik kemudian, kami kompak tertawa.

Aku dan teman-temanku sama-sama menulis “tidak berguna” atas pertanyaan itu.

Memang beginilah keadaannya.

Ada temanku yang menjadi guru, ada yang menjadi peternak lele, dan ada pula yang menjadi guru.

Sedangkan aku sendiri menjadi wartawan.

Seluruh pekerjaan yang digeluti teman-temanku tidak ada kaitan langsung dengan pelajaran kuliah.

Sebagaimana jurusanku, kampus ingin menjadikan kami ahli hukum perdata Islam.

Aku pun tidak tahu masih bisa membaca 'kitab gundul' atau tidak.

Meskipun tidak mahir, dulu aku masih bisa memahami maksud dan makna 'kitab gundul'.

Entah sudah berapa tahun aku tidak mempraktikkannya.

Itulah masa lalu.

Aku teringat dengan tulisan Tan Malaka di buku Materialisme Dialektika dan Logika (Madilog).

Di antara yang tidak bisa dianalisa dengan madilog adalah waktu.

Comments