Pendekar Sakti Telah Tewas

Dua orang tewas dalam bentrokan di Surabaya, Rabu (9/10/2013) dini hari.

Sebenarnya kurang tepat dikatakan bentrokan.

Dua orang melawan tujuh sampai 10 orang.

Mungkin lebih tepat disebut pengeroyokan.

Belum diketahui motif pengeroyokan ini.

Antara pengeroyok dan korban berasal dari perguruan silat yang berbeda.

Diduga motif pengeroyokan akibat perseteruan antar perguruan silat.

Meskipun ada motif pribadi, motif ini belum terungkap.

Bukan hanya kali ini saja pengeroyokan atau bentrokan melibatkan dua perguruan silat.

Beberapa bulan lalu, pengeroyokan yang melibatkan murid dua perguruan terjadi di Malang.

Satu orang tewas, dan satu orang berhasil melarikan diri.

Diduga perseteruan ini terjadi sebelum korban dan pelaku hijrah ke Malang beberapa tahun lalu.

Di Jawa Timur sisi barat, sudah sering terdengar bentrokan yang melibatkan dua perguruan silat.

Saat masih kuliah, aku sering bermain ke Madiun.

Setiap datang ke Madiun, temanku selalu berpesan agar aku tidak keluar malam.

Usahakan sudah masuk kamar setelah Isyak.

Banyak kelompok perguruan silat yang mondar-mandir.

Apalagi setiap menjelang Hari Besar Islam (HBI).

Bentrokan antar perguruan silat sering terjadi.

Seharusnya peringatan HBI digelar secara damai dan ketenangan.

Tapi, murid perguruan silat malah mewarnai dengan pawai yang berujung pada bentrokan maut.

Banyak temanku yang menjadi murid perguruan silat.

Saat kutanya alasan bergabung di perguruan silat, rata-rata mereka beralasan untuk menjaga diri.

Beragama metode menghadapi serangan memang diajarkan dalam perguruan silat.

Begitu pula berbagai kesaktian pun diajarkan.

Murid yang sudah mencapai level tertentu akan dikatakan sakti.

Apalagi beberapa perguruan silat sering pamer kesaktian dalam event tertentu.

Sakti menjadi barang mahal dan langka.

Hanya orang tertentu yang bisa mendapatkannya.

Mahal dan langka ini yang sering membuat si penguasanya menjadi besar kepala.

Kadang mereka harus turun tangan menghadapi perguruan silat yang dianggap rival.

Tidak sedikit pendekar yang sudah sakti itu tewas di tangan musuh.

Kesaktian seakan diragukan dan tidak berguna ketika nyawa melayang.

Aku sering berpikir apa tujuan berdirinya perguruan silat itu.

Belajar metode penjagaan diri memang perlu.

Meskipun tidak setiap hari bisa digunakan, minimal keahlian bisa digunakan ketika dibutuhkan.

Masalahnya, ketika keahlian ini tidak pernah digunakan, ke mana harus menunjukan kemahirannya.

Sifat alami manusia adalah ingin diakui eksistensinya.

Begitu pula pendekar sakti pun ingin diakui kesaktiannya.

Bila tidak pernah menunjukan kesaktiannya, orang lain pasti akan meragukan kesaktiannya.

Aku masih meragukan dengan istilah kesaktian.

Pendekar yang dianggap sakti pun bisa mati.

Bukan hanya pendekar yang bisa mati.

Bahkan penjahat yang berbekal beragam mantra dan jimat pun bisa mati.

Kematian pendekar dan penjahat berjimat seakan mempertipis perbedaan antara manusia sakti dan manusia biasa.

Dua jenis manusia ini sama-sama bisa kehilangan nyawa.

Bukan karena mereka tidak sakti atau kesaktian telah hilang.

Mereka tewas karena memang sudah habis masa hidupnya di dunia.

Berbicara masalah kesaktian, aku teringat berita soal politisi cantik yang menghubungi ahli santet.

Tujuannya agar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikirim santet.

Ternyata sampai sekarang tidak ada satu pun pimpinan KPK yang kena santet.

Bahkan tidak ada kejanggalan di kantor KPK.

Menurutku, kesaktian atau magic itu seperti kentut.

Suara dan baunya memang sering didengar.

Tapi sulit untuk membuktikannya.

Hanya orang-orang tertentu yang bisa membuktikannya.

Makanya tidak perlu mengumbar kesaktian atau keahlian agar diakui eksistensinya.

Jalani kehidupan secara wajar.

Orang lain pasti akan menilai keahlian yang kita miliki.

Comments