Komoditas Bernama Kemiskinan
Ramadan identik dengan sedekah atau memberi kepada
orang lain.
Orang awam memahami memberi kepada orang lain dalam bentuk zakat
fitrah.
Makanan pokok (di Indonesia dalam bentuk beras, red.) seberat 2,5 kilogram diberikan kepada orang yang
berhak.
Ada yang diberikan langsung kepada orang yang bersangkutan.
Ada pula
yang disalurkan melalui badan amil zakat (BAZ), baik di masjid, mushola, atau
kantor BAZ.
Orang kaya juga biasanya mengeluarkan zakat mal atau
zakat harta berharga.
Idealnya zakat mal tidak harus dikeluarkan pada Ramadan.
Zakat mal dikeluarkan bila kepemilikannya sudah mencapai setahun.
Tapi orang
awam memahami mengeluarkan zakat mal pada Ramadan.
Mungkin mereka menganggap
Ramadan adalah waktu yang untuk berbagi dengan orang tidak mampu.
Karakter orang kaya di pedesaan dan perkotaan dalam
menyalurkan zakat berbeda.
Orang pedesaan biasanya langsung menyalurkan ke
masjid atau kepada orang yang bersangkutan.
Jumlahnya pun tidak terlalu banyak.
Penyaluran zakat mal ini pun tidak terlalu menonjol.
Mungkin hanya warga dusun
atau desa yang mengetahuinya.
Tapi penyaluran zakat mal di perkotaan sangat mencolok.
Biasanya jumlah penerima zakatnya sangat banyak.
Tidak hanya penerima dari warga
sekitar yang datang.
Bahkan penerima dari luar kota pun berdatangan.
Jumlah penerima
inilah yang membuat penyaluran zakat mal di perkotaan mencolok.
Berjubel, ada yang
pingsan, mengajak anak-anak, dan fenomena lainnya mewarnai pembagian zakat.
Tidak jarang pula pembagian zakat mal ini mengundang wartawan.
Aku selalu berasumsi pembagian zakat mal yang mengundang wartawan disertai riya.
Orang kaya ini hanya ingin menonjolkan
kedermawanannya.
Tentunya mereka ingin menunjukkan bahwa rumahnya sangat mewah
disertai perabotan cukup mewah.
Pemanfaatan wartawan semakin menonjol bila orang kaya
tersebut berniat memperebutkan jabatan politis, seperti anggota dewan, wali
kota/bupati, dan sebagainya.
Orang kaya tersebut semakin ingin menunjukan
kedermawanannya.
Padahal belum tentu mereka benar-benar dermawan.
Kedermawanannya muncul ketika banyak orang lain yang mengamatinya.
Sampai hari ke-15 Ramadan, aku belum melihat fenomena
ini.
Hal ini mungkin disebabkan event pemilu baru saja berakhir.
Ambisi politik
masih terpendam untuk beberapa tahun nanti.
Mungkin menjelang event pemilu, baik
nasional atau lokal, fenomena seperti ini akan muncul lagi.
Inilah dampak demokrasi.
Warga miskin yang sangat membutuhkan
pasokan kebutuhan pokok didramatisasi.
Orang miskin bersedia datang ke lokasi
kampanye bila mendapat imbalan
Tanpa ada imbalan, dipastikan kampanye sepi
peminat.
Padahal sepinya massa kampanye bisa menjadi tamparan bagi politisi
lokal.
Apalagi dalam kampanye tersebut juga dihadiri tokoh nasional.
Comments
Post a Comment