Semoga Bertemu di Lain Waktu

Aku baru saja tiba di Malang.

Kulihat batrai blackberry (BB)-ku hampir habis.

Beberapa pesan masuk, dan belum sempat kubuka.

Aku memilih langsung menge-cas BB daripada membaca pesan lebih dulu.

Sebab, sebentar lagi aku harus bekerja.

Bila BB-ku tidak ada batrainya, aku akan kesulitan mengetik.

Aku baru melepas cas menjelang berangkat kerja.

Saat BB kunyalakan, beberapa pesan langsung kubaca.

“Cak, wes dikandani Cacak?” SMS itu dari adikku.

Sebelum SMS itu kujawab, aku membaca SMS dari kakakku.

Wes gak nutut umure”.

SMS ini sangat singkat.

Tapi aku sudah sangat paham maksud isi dari SMS kakakku.

Apalagi SMS lain masuk, “Innalillahi wa innailahi rojiun. Alma meninggal, cak. Barusan”.

SMS terakhir ini berasal dari adik misanan-ku.

Umurnya baru tiga hari.

Wardatu Tsania Almaulida. Itulah nama yang akan diberikan kepada anak kedua kakakku.

"Ibuk’e jalok diceluk Alma," tulis kakakku di SMS dua hari lalu.

Bayi itu lahir dengan berat badan 3 kilogram, dan panjang 49 centimeter.

Berat badan dan panjangnya cukup ideal.

Dibandingkan kakaknya yang lahir dengan berat hanya 1,9 kilogram.

Tapi Allah memiliki rencana lain.

Air ketuban masuk di mulutnya.

Bidan yang membantu persalinannya tidak langsung mengeluarkan air ketuban itu.

Alasannya simpel.

Tempat praktek bidan itu tidak memiliki alat untuk mengeluarkan air ketuban.

Sesuai cerita orang-orang tua, dukun bayi biasa langsung mengeluarkan air ketuban dengan mulutnya.

Artinya air ketuban itu langsung dicucup.

Bidan menyarankan si bayi langsung dirujuk ke RS Dr Soetomo.

Bidan melarang kakakku mendampingi si bayi.

Sebab, kondisi ibunya juga memprihantikan.

Pendarahan pasca melahirkan membuat sang ibu harus dibawa ke RS lain.

Kakakku diminta mendampingi ibunya.

Sedangkan pamanku mendampingi si bayi ke RS Dr Soetomo.

Kakakku sempat diminta mencari darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Surabaya.

Setelah tiba di PMI, ternyata pihak RS menelpon petugas PMI.

Pemesanan darah dibatalkan.

Dokter tidak memberi alasan penghentian pemesanan darah.

Kakakku hanya berpikir bahwa istrinya sudah mendapat pasokan darah.

Pikirannya baru mulai kalut saat tiba di pelataran parkir RS.

Beberapa orang sempat memperhatikan langkahnya.

Dia baru menyadari kondisi sebenarnya saat dokter minta maaf.

Upaya dokter selama tiga jam tidak membuahkan hasil.

Istri kakakku meninggal pada Jumat (7/2/2014) pukul 20.36 WIB.

Jenazah istri kakakku dimakamkan pada keesokan harinya pukul 06.00 WIB.

Kakakku terlihat sangat tegar.

Mungkin dibenaknya masih ada yang bisa diselamatkan.

Ternyata anak keduanya menyusul ibunya tadi pagi.

Aku tidak menyangka meninggalnya keponakanku ini.

Padahal semalam aku masih sempat mengurus surat pengantar dari RT.

Rencananya surat pengantar ini untuk surat kematian kakak iparku dan akte kelahiran keponakanku.

Surat ini pasti tidak berbeda.

Keluargaku harus mengurus surat kematian untuk dua orang.

Datangnya kematian memang tidak ada yang tahu, kecuali Allah.

Kakak iparku yang umurnya jauh di bawah nenekku, meninggal lebih dulu.

Begitu pula keponakanku yang baru berusia tiga hari.

Aku pun tidak tahu kapan akan meninggal.

Aku hanya berharap semoga bisa bertemu dengan mereka di kehidupan lain. Amin....

Comments