Menjelang Matahari Tenggelam

Beberapa wartawan duduk-duduk di pinggir Stadion Gajayana sejak pukul 16.00 WIB.

Puluhan warga juga duduk di tribune ekonomi.

Hanya sebagaian kecil yang duduk di tribune VIP.

Beberapa tim pelatih Arema Cronous juga duduk di tribune VIP.

Sedangkan di lapangan, sekitar 20 pemain tim asal Filipina, Loyola Meralco Sparks sedang latihan.

Seorang ofisial Arema Cronous juga keliling di sekitar lapangan.

Sesekali dia berbincang dengan ofisial tim Loyola Meralco Sparks, dan sesekali ngobrol dengan wartawan.

Tujuan kedatangan mereka beragam.

Tim Loyola Meracol Sparks ingin mematangkan strategi unuk menghadapi Arema Cronous.

Warga datang ke Stadion Gajayana untuk menonton latihan tim Loyola Meracol Sparks.

Beberapa tim pelatih Arema Cronous kemungkinan untuk mengintip kekuatan Loyola Meracol Spark.

Selain menyaksikan dan ingin mengetahui strategi Loyyola Meracol Spark, wartawan ingin wawancara dengan pelatih.

Sedangkan ofisial Arema Cronous yang di tengah lapangan menjadi pemandu tim Loyola Meracol Sparks.

Selama Loyola Meracol Spark latihan, mereka asyik dengan urusannya sendiri.

Mayoritas orang yang hadir di Stadion Gajayana berbincang dengan rekannya untuk menghilangkan kejenuhan.

Sesekali menyaksikan ke arah lapangan.

Pukul 17.30 WIB, azan magrib terdengar.

Tim Loyola Meracol Sparks berkumpul di tengah lapangan.

Semua mengira tim sedang berdoa sebelum bubar latihan.

Ternyata dugaan itu salah.

Bila diamati secara cermat, ternyata pelatih Vincent Santos masih memberikan pengarahan pada pemainnya.

Tidak lama kemudian, semua pemain kembali berpencar dan mengambil posisi.

Latihan dimulai lagi.

Aku teringat pola pelatihan yang diterapkan almarhum Miroslav Janu.

Saat masih menjadi pelatih Arema, Janu sangat keras melatih pemain.

Hampir setiap hari fisik dan stamina pemain digenjot.

Lari dengan berbagai tempo keliling lapangan menjadi menu latihan rutin.

Janu tidak pernah peduli kondisi pemain dan kondisi lapangan.

Saat pemain sedang puasa, penggenjotan fisik tetap menjadi menu harian.

Bahkan saat azan magrib, Janu tetap melanjutkan latihan.

Pengalaman berbeda aku rasakan saat masih kecil.

Orang tuaku pasti langsung memberi perintah kalau aku masih keluyuran saat azan magrib sudah berkumandang.

Katanya, "gak ilok kelayuran saat azan magrib sudah berkumandang".

Orang tuaku tidak pernah menjelaskan alasan keluyuran saat azan magrib tidak diperbolehkan.

Menurut orang Jawa kuno, biasanya wewe gombel juga keluyuran.

Wewe gombel mencari anak kecil yang sedang keluyuran untuk dijadikan anak.

Sampai sekarang mitologi itu tidak pernah terbukti.

Aku memang pernah mendengar beberapa cerita soal anak kecil yang hilang saat azan magrib berkumandang.

Beberapa anak berhasil ditemukan, tapi dalam kondisi sudah meninggal.

Cerita anak yang berhasil kembali itu sering berbau mistis.

Tapi, aku tidak pernah mempercayainya.

Menurutku, kemungkinan anak-anak terhalusinasi oleh super ego yang sudah dipercayainya.

Orang Jawa ingin mendisplinkan anaknya dengan cerita mitos atau mistis.

Tidak ada salahnya menakuti anak kecil dengan berbagai mitologi atau mistis.

Tapi, terlalu sering menakuti dengan cerita tak logis justru membuat anak kecil semakin penasaran.

Anak kecil tidak perlu ditakuti dengan cerita mistis, mitologi, atau cerita arasional lain.

Cerita seperti hanya sebatas untuk pengetahuan, bukan untuk menakut-nakuti.

Comments