Pernikahan Siri yang Merugikan

Seorang wanita duduk di sebuah rumah makan.

Dia sangat menikmati makanan yang tersedia.

Mungkin karena dia tidak ada teman berbicara.

Makannya sangat lahap.

Dia masih menikmati makanannya saat aku dan teman-teman duduk di meja yang sama.

Dia seolah acuh terhadap kedatangan kami.

Aku dan teman- bertanya langsung memesan sesuai keinginan masing-masing.

Seperti biasa, aku memesan kopi susu.

Wanita tersebut sudah makananya sebelum pesanan kami datang.

Entah bagaimana awalnya, dia ikut nimbrung ngobrol.

Dia mengaku berusia 31 tahun.

Pengakuannya sesuai dengan postur tubuh dan wajahnya.

Dia sempat bercerita tentang anaknya yang masih berusia 11 tahun akan menjadi tumbal.

Awalnya saya tidak mengetahui maksud kata 'tumbal' ini.

Dia kemudian menjelaskan makna tumbal tersebut persembahan kepada para penghuni alam lain.

Saat menyebut anaknya yag berusia 11 tahun inilah sebuah peringatan berceletuk.

“Berarti sampean menikah saat usia 18 tahun?”.

Dia mengakuinya sambil mengangguk.

Aku pun tidak bertanya jauh tentang perkawinan dininya.

Biasanya pernikahan dini dipicu di luar kawin, atau dijodohkan.

Sangat sedikit perkawinan berdasarkan suka sama suka.

Tapi aku tidak mau berasumsi alasan apa yang menyebabkan wanita tersebut kawin muda.

Dia sempat bercerita status perkawinannya yang hanya siri.

Artinya perkawinan tersebut belum didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Dia sempat bercerita tentang status perkawinannya yang hanya siri.

Artinya perkawinan tersebut belum terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Perkawinan itu hanya dilakukan dihadapan para tokoh agama.

Walinya pun belum tentu berasal dari keluarga dekat.

“Perkawinan siri kan ada juga yang karena tidak disetujui orang tua,” katanya.

Saat masih kuliah dulu, perkawinan siri selalu menjadi topik panas dalam forum diskusi di kelas.

Ada yang setuju, dan ada pula yang menolak.

Perkawinan siri memang sah secara hukum agama.

Tapi negara atau pemerintah belum mengakui perkawinannya.

Saat ada perselisihan dalam perkawinan, si perempuan tidak bisa menuntut banyak.

Instansi milik pemerintah tidak akan mau menyelesaikannya karena tidak ada bukti perkawinannya.

Hukum Indonesia menetapkan anak hasil perkawinan siri sama dengan anak di luar perkawinan.

Dalam akta kelahirannya pun hanya nama ibunya.

Nama bapaknya tidak tercantum.

Hukum Indonesia menetapkan anak di luar perkawinan.

Dalam akta kelahirannya pun hanya nama ibunya.

Nama bapaknya tidak tercantum.

Jadi hak dan kewajiban anak kepada ibu.

Seorang pamanku termasuk orang yang melakoni perkawinan siri.

Dua orang putera lahir dari perkawinan siri ini.

Seorang anak diadopsi oleh saudaranya.

Sedangkan seorang anak lainnya diasuh sendiri.

Perkawinan siri ini tidak bertahan lama.

Sekarang keduanya berpisah setelah pamanku menikah lagi.

Istrinya tidak bisa menuntut dan melakukan banyak menyikapi keputusan pamanku.

Begitu pula keluargaku.

Sebelum mereka memutuskan kawin siri beberapa tahu lalu, keluargaku sudah menunggunya.

Bila perkawinan tersebut tidak bisa dilanjutkan, keduanya pasti sudah menyadari konsekwensinya.

“Wanita yang selalu menjadi korban,” kata seorang temanku.

Sekarang mantan istri pamanku tersebut harus berjuang membesarkan anaknya sendiri.

Dia harus bekerja mencari nafkah untuk biaya hidupnya.

Hanya sesekali mantan suaminya memberi uang untuk keperluan anaknya.

Beruntung keluarganya masih memberi tempat berteduh.

Comments