PKL, Satpol PP, dan Petugas Keamanan

Menikmati kopi bersama beberapa rekan dan seorang satpol PP.

Seperti pembicaraan di warung kopi lainnya, tidak ada topik inti yang kami bahas pagi itu.

Tema mengalir. Kadang masalah pribadi, masalah sosial, dan sebagainya.

Aku lupa materi apa saja yang kami bahas.

Dari sekian banyak tema yang kami bahas, aku hanya ingat satu tema, yaitu soal Pedagang Kaki Lima (PKL), preman, dan Satpol PP.

Tema ini terkait rencana penataan PKL di sekitar Alun-alun.

Seharusnya PKL dilarang berjualan di sekitar Alun-alun, apapun, siapapun, dan kapanpun.

Pemkot Malang sudah beberapa kali mengarahkan PKL berjulan di luar Alun-alun.

Alun-alun hanya untuk warga yang ingin refreshing.

Bahkan sempat muncul wacana PKL akan direlokasi atau dipusatkan di titik tertentu.

Untuk memastikan keseriusan larangan ini, Satpol PP beberapa kali merazia PKL.

PKL sudah meninggalkan Alun-alun sebelum Satpol PP datang.

Hanya segelintir orang saja yang masih bertahan.

Hasil, segelintir PKL ini kena razia, dan barang-barang dagangannya.

Sedangkan mayorits PKL bisa kembali berjualan setelah Satpol PP kembali ke markasnya.

Satpol PP selalu memiliki alasan klasik.

Razia bocor sehingga PKL masih memiliki waktu meninggalkan Alun-alun sebelum Satpol PP datang.

Mereka biasa disebut dengan istilah kucing-kucingan.

Artinya pedagang dan Satpol PP tidak pernah saling bertemu di razia.

Dalam pembicaraan pagi itu, aku mengetahui seringnya bocoran razia Satpol PP.

Ternyata di Alun-alun itu ada seseorang yang biasa disebut penjaga keamanan.

Mereka bukan dari instansi di bawah naungan Pemkot.

Mereka bukan pula dari kepolisian maupun TNI.

Mereka adalah masyarakat sipil sebagaimana aku.

Setiap hari PKL harus menyetor uang sebesar Rp 5.000 kepada petugas keamanan ini.

Entah kompensasi apa saja yang diperoleh PKL setelah membayar uang keamanan ini.

Seorang pengunjung sempat menyindir Satpol PP yang ikut nongkrong di warung itu.

"Satpol PP-nya pintar. Tidak perlu mencari uang sendiri."

"Sudah ada yang mencarikan uangnya," kata pengunjung itu.

Kalimat ini memang masih perlu diverfikasi lagi.

Aku tidak mengetahui pasti.

Setahuku, PKL yang setoran langsung ke Satpol PP.

Media massa di Malang sempat memasang foto kronologis Sapto PP menarik setoran dari PKL.

Entah bagaimana nasib Satpol PP yang tertangkap kamera sedang menerima 'jatah' tersebut.

Satpol PP pasti sudah tahu resikonya bila tertangkap tangan minta jatah kepada PKL.

Apalagi aksinya terekam kamera dan diketahui publik.

Aku yakin atasan Satpol PP langsung memecatnya.

Minimal Satpol PP itu mendapat sanksi berat dari atasannya.

Dampaknya, Satpol PP itu khawatir atau takut mengulang perbuatannya.

Menerima jatah dari petugas keamanan mungkin lebih aman.

Setoran tidak perlu diserahkan di lokasi.

Petugas keamanan dan Satpol PP bisa janjian di suatu tempat yang disepakati.

Atau paling simple, setoran bisa melalui setor pulsa ponsel secara reguler.

Atau yang lebih aman, setoran bisa melalui rekening.

"Jaman sekarang susah mencari kerja halal. Sudah dapat kerja halal, malah dikejar Satpol PP,” kata seorang PKL beberapa waktu lalu.

Comments