Mereka Tertembak di Jalanan

Aku bertemu dengan dua orang yang tertembak dalam waktu dua hari terakhir.

Mereka sama-sama tertembak di kakinya.

Mereka sama-sama berasal dari Kabupaten Malang.

Lokasi penembakan pun kemungkinan besar di Kabupaten Malang.

Meskipun sama-sama berasal dari Kabupaten Malang, aku tidak mengenalnya.

Mereka berasal dari Kabupaten Malang sisi selatan Kota Malang.

Sedangkan aku domisili di Kabupaten Malang sisi utara Kota Malang.

Penembak keduanya berbeda orang.

Tapi penembak mereka berasal dari satu instansi, yaitu kepolisian.

Korban tidak bisa menuntut si penembak dihadapan hukum.

Sebab, si penembak memang berhak mengeluarkan senjata.

Apalagi korban penembakan dianggap meresahkan masyarakat.

Entah sudah berapa orang yang menjadi korban.

 Ada tiga alasan polisi menembak pelaku kejahatan.

Pertama, pelaku kejahatan tersebut membawa senjata.

Kedua, pelaku kejahatan bertindak membahayakan polisi yang akan menangkapnya.

Ketiga, pelaku kejahatan berusaha melarikan diri.

Dari tiga alasan ini, bisa diketahui titik penembakan.

Untuk alasan pertama dan kedua, pasti tubuh bagian depan penjahat yang tertembak.

Saat akan menembak, polisi berada di depan penjahat.

Sedangkan alasan kedua, pasti tubuh bagian belakangnya.

Sebab polisi berada di belakang penjahat.

Dalam beberapa kasus, penjahat sampai meninggal akibat tembakan ini.

Ada yang tertembak bagian dada, punggung, atau kepala.

Sedangkan penjahat tertembak yang masih hidup, biasanya tertembak kakinya.

Aku belum pernah mendengar atau melihat penjahat tertembak tangannya.

"Kami menembak bukan karena mereka berulang kali beraksi."

"Kami menembaknya karena ada alasan sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP),” kata seorang perwira polisi kepadaku.

Dari sekian banyak penjahat yang tertembak, sempat terbesit dalam benakku sebuah pertanyaan.

Penjahat yang tertembak dan masih hidup rata-rata tertembak adalah bagian kakinya.

Berdasar tiga alasan diatas, logikanya polisi menembak dari jarak jauh.

Bila penjahat membawa senjata, polisi tidak mungkin mendekat.

Polisi harus menjaga jarak aman.

Di sisi lain, ukuran kaki lebih kecil dibandingkan badan.

Butuh keahlian khusus untuk menembak kaki.

Menembak tubuh lebih mudah dibandingkan menembak kaki.

Bila penjahat melawan dengan tangan kosong, jarak antara polisi dengan penjahat pasti sangat dekat.

Bisa saja kulit polisi bersentuhan dengan kulit penjahat.

Dalam kondisi seperti ini, polisi pasti sulit mengeluarkan senjata.

Meskipun sempat menarik pistol, polisi tidak mungkin bisa menembak tepat ke kaki penjahat.

Lagi-lagi menembak bagian tubuh lebih mungkin.

Begitu pula bila penjahat melarikan diri.

Pasti ada jarak antara polisi dengan penjahat.

Objek yang bergerak pasti sulit ditembak.

Apalagi bagian kakinya.

Melihat kasus penjahat yang tertembak, rata-rata tertembak bagian betisnya, entah kanan atau kiri.

Posisinya pun hampir sama, yaitu hanya beberapa centimeter dari lutut.

Saat aku mengikuti pelatihan jurnalistik beberapa tahun lalu, penembakan penjahat ini sempat menjadi bahan tertawaan.

Narasumber mengakui tidak mudah menembak objek bergerak.

Apalagi si penembak juga sama-sama bergerak.

Untuk memudahkan menembak objek bergerak, si penembak harus konsentrasi.

"Kalau penembak dan objeknya sama-sama bergerak, saya jamin tidak bisa menembak tepat sasaran. Kalau kena tubuh, masih mungkin," kata narasumber itu.

Memang tidak semua penjahat akan ditembak.

Biasanya polisi menembak penjahat tertentu.

Residivis (berulang kali berbuat kejahatan) menjadi alasan utama penjahat ditembak.

Entah ditembak setelah penjahat tertangkap atau tidak, hanya polisi dan penjahat yang mengetahuinya.

Comments