Ketika Pejabat Marah

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan.

Setiap orang pun memiliki cara sendiri untuk menegur kesalahan itu.

Ada yang menegur dengan langsung secara tatap muka.

Ada yang menegurnya dihadapan publik.

Ada yang menegur dengan marah-marah didalam ruang.

Tapi ada pula yang menegur dengan marah-marah dihadapan orang lain atau publik.

Setahuku, ada dua kepala daerah yang sering marah-marah di hadapan publik.

Yaitu Wakil Gubernur Jakarta, Basuki Cahaya Purnama (Ahok), dan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Dua orang sering meluapkan kemarahan di hadapan publik.

Bahkan dua orang ini sering marah-marah di layar televisi.

Dua orang ini sama-sama diusung PDIP.

Ahok diusung PDIP bersama Gerindra.

Sedangkan Risma diusung PDIP.

Sekarang dua orang seolah tidak ada hubungan dengan PDIP.

Sejak awal Ahok memang bukan kader atau anggota PDIP.

Sedangkan Risma yang diusung PDIP sering merasa bukan bagian dari PDIP.

Partai ini hanya mengusungnya.

Setelah menjadi wali kota, Risma menganggap harus bertanggung jawab tanggungan kepada rakyat Surabaya.

Sebagaian orang mengacungi jempol menanggapi dua pejabat ini.

Dua orang ini sering marah ketika ada pekerjaan anak buahnya yang tidak beres.

Tidak peduli di hadapan publik atau di kantor.

Bila ada ketidakberesan, dua orang ini langsung menegur dengan keras.

Tapi luapan kemarahan ini juga menimbulkan rasa sakit hati bagi sebagaian orang.

Anak buahnya pasti marah karena sering dimarahi.

Apalagi anak buah itu dimarahi di hadapan publik.

Bagi orang yang hanya melihat atau mendengar, dua orang itu dianggap tidak pantas menjadi seorang pemimpin.

Seperti demo tadi siang di gerbang DPRD Jakarta.

Masa Front Pembela Islam (FPI) menolak Ahok menjadi gubernur DKI.

Demo berakhir ricuh.

FPI terlibat bentrok dengan polisi yang menjaga demo.

Aku tidak tahu penyebab sebenarnya.

Berdasar berita yang kubaca, FPI melempar batu, beling, dan kotoran ke arah polisi.

Ini yang memicu bentrokan dalam demo tersebut.

Melihat akhir dari demo ini, FPI berangkat ke gedung DPRD dengan perasaan marah.

Sebelum demo, FPI sering melontarkan kata-kata rasis kepada Ahok.

Kata-kata 'Ahok tidak pantas memimpin Jakarta' mungkin tidak masalah.

Tapi kata-kata ini disertai dengan embel-embel etnis, dan agama.

Secara pribadi, saya memang tidak senang dengan orang yang suka marah-marah di publik.

Memang wajar atasan melihat anak buahnya melanggar aturan.

Ada dua dampak memarahi anak buah di depan publik.

Pertama, ini bisa sebagai shock therapy bagi bawahan agar tidak mengulang perbuatannya.

Mereka pasti malu karena kesalahan diketahui orang lain.

Bila mereka akan berbuat salah lagi, mereka harus berpikir ulang.

Dimarahi di depan publik kedua kali akan menambah rasa malu mereka.

Kedua, memarahi orang lain di depan publik bisa menimbulkan rasa dendam.

Siapapun tidak mau dipermalukan di depan publik.

Orang yang sudah dipermalukan didepan publik pasti akan berusaha membalaskan dendamnya.

Anak buah kemungkinan tidak meluapkan dendamnya selama disimpan dalam sistem clean-patron.

Setelah terlepas dari sistem ini, baru dendam dapat dilampiaskan.

Orang marah tidak bisa berpikir dengan akal sehat.

Sebelum marah, pikirkan dampak dari kemarahan tersebut.

Kemarahan yang dilampiaskan FPI pun pasti ada pertimbangan.

Aku yakin.

Comments