Agama Instan
Aku mendatangi sebuah masjid usai Sholat Idul Adha tadi pagi.
Penyembelihan
hewan kurban sedang berlangsung.
Petugas dari Dinas Pertanian dan mahasiswa
sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sudah berada di lokasi.
Mereka sudah
memeriksa hewan kurban yang belum atau sudah disembelih.
Berdasar pemeriksaan petugas, banyak hewan kurban yang belum memenuhi
syarat.
Empat ekor kambing dan seekor sapi masih belum dewasa.
Dalam hukum agama,
gigi hewan lurban harus sudah lepas, minimal sepasang.
Hewan kurban belum
memenuhi syarat, dan belum disembelih langsung dipisahkan.
Sedangkan hewan kurban belum memenuhi syarat tapi sudah disembelih, dibiarkan.
Dagingnya tetap bisa
dikonsumsi selama tidak menginap penyakit.
Dinas pertanian sudah melarang penjualan hewan kurban yang belum
memenuhi syarat.
Larangan ini disampaikan saat inspeksi mendadak beberapa waktu
lalu.
Tetap saja masih ada hewan kurban yang belum memenuhi syarat sampai ke
masjid atau mushola.
Bahkan hewan kurban tersebut sudah disembelih.
Pedagang memang tidak mau merugi.
Selama pembeli berminat dan sepakat
harga, hewan kurban akan dilepas.
Penjual tidak mau tahu hewan kurban tersebut
sudah memenuhi syarat atau belum.
Pembeli pun hanya melihat bagian luarnya.
Tidak
ada cacat, terlihat sehat, dan sebagainya.
Tidak perlu mempersalahkan penjual atau pembeli.
Anggap saja penjual
membantu pembeli memenuhi niat baiknya memotong hewan kurban.
Pembeli pun sudah
bagus mau menyisihkan rejekinya membeli hewan kurban.
Terlepas apa motif
dibalik pemotongan hewan kurban itu.
Hanya dia sendiri dan Allah yang
mengetahuinya.
Masyarakat hanya memandang penyumbang hewan sebagai orang dermawan.
Agama bagi masyarakat awam adalah sesuatu yang tidak mempersulit diri.
Bila
agama memerintahkan salat, masyarakat akan mematuhinya.
Mereka tidak akan peduli
bagaimana posisi sujud yang sesuai ajaran Nabi.
Salat cukup menjalankan gerakan
sesuai yang diajarkan Nabi.
Begitu pula ketiga agama menganjurkan memotong hewan kurban.
Masyarakat awam
hanya mengetahui hewan kurban harus sehat dan tidak cacat.
Makanya menjelang
Idul Adha, penjual hewan kurban langsung menjamur.
Berbagai macam model hewan kurban tersedia.
Asal ada uang cukup, masyarakat bisa membeli hewan kurban
sesuai selera.
Ingat, sesuai selera.
Kalimat terakhir ini bisa ditafsirkan bermacam-macam.
Bisa saja selera
kantong, selera hati, atau selera pembeli.
Masyarakat hanya berusaha menjalankan
anjuran agama.
Idul Adha bisa menjadi momen tepat membantu orang lain, selain
Ramadan.
Memotong hewan kurban adalah bagian dari membantu orang lain.
Masyarakat
yang tidak pernah atau jarang makan daging, bisa menikmatinya saat Idul Adha.
Agamawan tidak perlu menyalahkan masyarakat.
Masyarakat bisa malas
menjalankan perintah atau anjuran agama bila agamawan hanya menyalahkan
perilaku masyarakat.
Biarkan masyarakat menjalankan perintah dan anjuran agama
sesuai pemahamannya.
Agamawan cukup membimbing agar masyarakat memahaminya.
Comments
Post a Comment