Penjahat yang Meresahkan
Ini sudah
ketiga kalinya penjahat jalanan tewas dikeroyok massa selama sepekan ini.
Satu orang
pelaku tewas di lokasi, atau tidak lama setelah beraksi.
Sedangkan dua pelaku
lainnya tewas di rumah sakit (RS).
Saat ini satu orang pelaku masih menjalani perawatan di Unit Gawat
Darurat (UGD).
Aku tidak mengetahui pasti cederanya.
Berdasar informasi yang
kudengar, kepalanya terluka parah.
Sekujur tubuhnya juga dipenuhi luka memar.
Maklum
warga menghajarnya dengan peralatan seadanya.
"Pelaku dipukul menggunakan kayu," kata seorang warga.
Penjahat jalanan memang sudah meresahkan warga Malang Raya.
Sudah tidak terhitung
warga yang menjadi korban.
Tiga hari lalu, penjahat juga beraksi di dua minimarket.
Dua kejadian ini berlangsung kurang dari lima jam.
Aksi kejahatan selama sepekan ini terbilang mengkhawatirkan.
Pelaku membawa
senjata tajam dan senjata api.
Dari empat kasus yang terjadi selama sepekan
ini, pelaku memang melukai korban dengan senjata tajam atau senjata api.
Senjata
ini hanya digunakan untuk menakut-nakuti korban agar menyerahkan barang
berharga miliknya.
Korban biasanya menyerah dibawah todongan senjata.
Tapi ada pula korban
yang nekad memberi perlawanan.
Seperti korban perampasan motor tadi pagi.
Korban
tidak hanya saling tarik motor dengan pelaku.
Korban juga berteriak minta
tolong.
Saat datang ke kamar mayat tadi siang, aku sempat mendengar ucapan perangkat
desa korban.
Perangkat desa mengaku sudah sering memperingatkan pelaku agar
tidak mengulang perbuatannya.
Apalagi pelaku baru saja keluar dari penjara.
Ternyata
pelaku berbuat ulah lagi sehingga nyawanya melayang.
Tapi pelaku kejahatan juga tidak bisa disalahkan.
Pelaku beraksi pasti
ada alasannya.
Biasanya tidak jauh dari masalah ekonomi.
Entah untuk kebutuhan
keluarga, atau keluarganya minta sesuatu.
Penghasilan bulanannya tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau permintaan
keluarga.
Maraknya aksi kejahatan tidak lepas dari rendahnya penghasilan.
Pelaku pasti
sudah berusaha mencari tambahan penghasilan.
Usaha maksimalnya tidak membuahkan
hasil.
Utang, belum tentu semua orang bersedia memberi pinjaman.
Pelaku pun
akan memiliki tanggungan bila harus meminjam kepada saudara atau temannya.
Merampas milik orang lain dianggap solusi tepat.
Bila aksinya berhasil,
memang bisa mengatasi masalah ekonomi keluarganya.
Tapi pelaku tidak akan bisa
tenang menjalani hidupnya.
Pelaku akan dibayangi tertangkap polisi atau
kedoknya terbuka.
Ini masih beruntung.
Bila warga berhasil menggagalkan aksinya
seperti tadi pagi, nyawa bisa terancam.
Menghadapi massa tidak bisa disamakan dengan menghadapi perorangan.
Face to face masih bernegosiasi untuk menemukan
solusi.
Tapi bila menghadapi massa, dipastikan sulit bernegosiasi.
Warga tidak
akan menyerahkan pelaku ke polisi sebelum menghakimi sendiri.
Penghakiman
dianggap obat mujarab bagi pelaku kejahatan.
Penjara tidak bisa menjadi solusi menekan angka kriminalitas.
Hanya segelintir
penjahat yang bertaubat setelah keluar dari penjara.
Karena penjara adalah
sarang penjahat, pelaku kriminalitas bisa menambah pengetahuan di penjara.
Ilmu
baru ini bisa diterapkan setelah bebas dari penjara.
Penjara seperti sekolah
bagi penjahat.
Kehidupan setelah bebas dari penjara adalah media untuk praktek
kerja lapangan (PKL).
Warga sudah memahami fenomena ini.
Warga seakan
tidak mempercayai hukum yang berlaku.
Pengadilan maksimal hanya mengganjar penjahat
jalanan maksimal 10 tahun.
Hukuman ini tidak sebanding dengan keresahan yang
dialami warga.
Warga tidak pernah bisa tidur selama penjahat masih berkeliaran.
Comments
Post a Comment