Tentang Narkotika dan Sejenisnya
Mulai dari sopir mobil
rental sampai wartawan.
Bahkan ada pula polisi yang diduga kuat mengkonsumsi narkotika.
Ternyata narkotika menjadi idola.
Harganya boleh dikatakan sangat murah.
Pil koplo bisa dibeli oleh pelajar.
Ganja pun bisa dibeli yang gajinya dibawah
Upah Minimum Regional (UMR).
Mungkin hanya sabu-sabu yang hanya bisa dinikmati
kalangan tertentu.
Sejak duduk di bangku SMA, aku sering berkumpul dengan penggila narkoba
atau minuman beralkohol.
Aku sering ikut nimbrung
saat teman-temanku pesta minuman.
Aku pun ikut mengeluarkan uang saat
teman-temanku iuran membeli minuman.
Bahkan tidak jarang aku dipercaya menjadi bandar.
Padahal aku sendiri tidak menengak minuman beralkohol dan sejenisnya.
Aku hanya sekali menengak minuman beralkohol.
Itu pun tanpa sengaja.
Temanku
membeli minuman beralkohol dengan dibungkus plastik.
Cara minumannya seperti
meminum es teh.
Karena sangat haus, aku berniat minta sedikit.
"Teh hangat," katanya.
Aku pun meminumnya melalui sedotan.
Rasanya agak pahit, dan tidak bisa
kumuntahkan karena langsung masuk ke tenggorokan.
Selama bergaul dengan para pecandu, aku mengetahui bahwa barang-barang
tersebut mengakibatkan lepas emosi.
Semua gerakan seakan dibawah sadar.
Seorang
temanku pernah tidur di pinggir jalan.
Saat bangun, dia mengira sudah tidur di
kamarnya.
Narkotika dan sejenisnya sering dianggap bisa melupakan masalah.
Memang saat
masih di bawah pengaruh narkotika dan sejenisnya, serasa tidak ada masalah.
Mereka
baru menyadari masalahnya belum selesai setelah pengaruhnya narkotikanya habis.
Untuk kembali melupakan masalah itu, mereka kembali mengkonsumsi narkotika.
Sedikit susah berbicara dengan pecandu.
Model apapun tidak akan bisa
menyadarkan mereka.
Bahkan proses rehabilitasi sebagai yang dituntut UU pun
tidak akan bisa menyembuhkannya.
Mereka hanya bisa sembuh saat menjalani
rehabilitasi.
Setelah rehabilitasi selesai, para pecandu bisa kembali
mengkonsumsi narkotika.
Lingkungan atau pergaulan dianggap menjadi faktor utama seorang pecandu
tidak bisa sembuh.
Teman-teman sesama pecandu pasti akan kembali mengajak mengkonsumsi
narkotika.
Mereka beranggapan, para pecandu masih belum sembuh.
Bahkan warga
sekitar pun masih meragukan bila seorang pecandu bisa sembuh setelah menjalani
rehabilitasi.
Sebenarnya bukan lingkungan atau pergaulan yang menyebabkan seseorang
menjadi pecandu.
Seorang kiai bukan tidak mungkin hidup di tengah pecandu.
Terbukti banyak pondok pesantren yang khusus menjadi pusat
rehabilitasi bagi pecandu.
Begitu pula, berkumpul dengan pecandu bukan berarti
menjadi bagian dari pecandu.
Setiap manusia pasti memiliki pedoman hidup,
baik moralitas, agama, norma, dan sebagainya.
Inilah yang bisa menjadi benteng
agar tidak terpengaruh menjadi konsumen narkotika.
Tidak ada gunanya
mempengaruhi pecandu bila tidak ada kesadaran dari hatinya.
Tekanan dan paksaan
pun hanya akan membuat pecandu semakin gencar mengkonsumsi narkotika.
Pecandu hanya
bisa didekati dengan hati.
Comments
Post a Comment