Inilah Duta Lalin Sebenarnya
Siang itu aku ingin langsung menuju warung kopi langgananku.
Aku ingin
merasakan secangkir kopi susu sebelum kembali beraktivitas.
Aku sengaja melalui
jalan pintas.
Selain untuk mempersingkat perjalanan, aku tidak ingin terjebak
kemacetan bila melalui jalur tengah kota.
Apalagi perubahan arus lalu lintas di
tengah kota menyebabkan perjalanan semakin jauh.
Sebelum sampai warung kopi, aku teringat bila ada tugas yang belum
kuselesaikan.
Aku harus bertemu dengan Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas (Supeltas).
Aku butuh informasi yang belum kuketahui.
Informasi ini juga untuk menambah pengetahuan
soal lalu lintas.
Kulihat seorang Supeltas sedang berdiri di tengah jalan.
Aku tidak mau menganggu
aktivitasnya.
Makanya aku harus memastikan ada Supeltas yang sedang istirahat.
Jadi
aku bisa berbincang sejenak dengan Supeltas yang sedang istirahat itu.
Sedangkan
Supeltas lainnya masih bisa beraktivitas, dan tentunya rezekinya tidak hilang.
Kulihat ada seorang yang usianya sekitar 50 tahun sedang duduk di pinggir
jalan.
Pakaiannya terlihat sangat lusuh.
Entah sudah berapa hari pakaian kumal
itu tidak dicuci.
Sebotol air mineral ditaruh di sampingnya.
Tangannya memegang rokok,
dan aku tidak tahu merk-nya.
Sesekali dia melihat rekannya mengatur arus lalu
lintas.
Aku permisi ngobrol dengannya untuk
memastikan dia benar-benar istirahat.
Dia mempersilakan.
Artinya, dia memang
sedang istirahat, dan belum ingin kembali beraktivitas.
Berarti kedatanganku
tidak menganggu aktivitasnya dan juga istirahatnya.
Dia mempersilakan aku duduk
di dekatnya.
Dari obrolan ini, dia mengatur lalu lintas mulai pukul 07.00-12.00 WIB.
Setelah
itu posisinya akan diganti rekan lainnya.
Pendapatannya hanya sekitar Rp 30.000
per hari.
Uang ini hasil pemberian ala kadarnya dari para pengguna jalan.
Hanya
inilah satu-satunya pendapatannya.
Tidak ada gaji tetap, tunjangan, dan
sebagainya.
Aku tidak bisa membayangkan seandainya tidak ada Supeltas.
Sebelumnya aku
sempat berbincang dengan seorang polisi.
Menurut polisi itu, seluruh polisi
akan dikerahkan untuk mengatur arus lalu lintas setiap pukul 06.00-08.00 WIB.
Di
luar jam padat itu, arus lalu lintas di bawah tanggungjawab Satuan Lalu Lintas (Satlantas).
Jumlah personel Satlantas tidak sebanding dengan titik kemacetan atau
persimpangan.
Anggota Satlantas hanya mengawasi persimpangan yang ada pos
jaganya.
Mereka tentu tidak akan kehujanan bila hujan, dan tidak akan kepanasan
saat panas.
Mereka baru keluar pos bila kemacetan benar-benar tidak terkendali.
Tentunya ini tidak mempengaruhi gaji dan tunjangan setiap bulan.
Sedangkan persimpangan yang tidak ada pos jaga dijaga Supeltas.
Saat panas,
mereka pasti kepanasan.
Begitu pula saat hujan, mereka akan basah kuyup.
Mereka
bisa berteduh di rumah warga terdekat bila tidak ingin kepanasan atau kehujanan.
Mereka harus rela pendapatannya tidak bertambah.
Motivasi polisi dan Supeltas mengatur lalu lintas berbeda jauh.
Polisi mengatur
lalu lintas itu kewajiban dan tuntutan kerja.
Polisi tidak boleh absen mengatur
lalu lintas sesuai jadwal yang telah ditetapkan, kecuali ada agenda lain atau
berhalangan.
Bila polisi melanggar ketentuan ini, harus siap-siap kena sanksi.
Sedangkan Supeltas mengatur lalu lintas itu sukarela dan tuntutan perut.
Mereka tidak wajib mengatur lalu lintas.
Mereka pun bebas mengatur, istirahat,
atau absen tanpa alasan.
Mereka tidak akan kena sanksi apapun, meskipun
membolos sebulan atau dua bulan.
Tapi mereka harus rela tidak mendapat
pemasukan bila meninggalkan aktivitasnya, meskipun hanya sejam.
Inilah pahlawan lalu lintas sebenarnya.
Supeltas
layak menjadi duta lalu lintas dibandingkan pelajar atau mahasiswa yang tidak
pernah bergelut dengan debu jalanan.
Supeltas juga yang layak disebut pahlawan
tanpa tanda jasa.
Selamat Hari Lalu Lintas!
Comments
Post a Comment