Semudah Membalik Telapak Tangan

26 Agustus 2014 sekitar pukul 08.00 WIB.

Aku masih berada di rumah.

Aku belum berniat berangkat kerja.

Apalagi masih ada urusan di rumah.

Hari ini aku menganggap masih belum ada agenda pagi.

Dalam catatanku, aku baru ada agenda pada siang hari.

Tapi agenda itu pun aku belum ada rencana datang.

Tiba-tiba ponselku berdering.

Kulihat sejenak, ternyata teman sekantor yang menelpon.

“Aku butuh bantuan. Aku tidak bisa sendiri,” kata temanku dari seberang.

Aku mengiyakan, dan berjanji segera berangkat ke lokasi.

Aku langsung makan seadanya, mandi, dan berangkat.

Aku hanya butuh waktu sekitar 10 menit mempersiapkan diri.

Aku tiba di lokasi sekitar pukul 08.30 WIB.

Sejumlah mikrolet masih ada di lokasi.

Tapi mayoritas sudah beranjak meninggalkan lokasi pemblokiran.

Ya ratusan sopir mikrolet baru saja memblokir sejumlah ruas jalan di pusat Kota Malang.

Akibatnya terjadi kemacetan di sejumlah titik.

Sebagaian siswa terpaksa naik truk yang disediakan kepolisian untuk berangkat sekolah.

"Tadi ada temanku yang berangkat sekolah jalan kaki dari Jalan Janti Barat menuju sekolah di Jalan Veteran,” kata adik iparku.

Rencananya hari ini adalah uji coba pemberlakuan jalan satu arah di sekitar pusat kota.

Pemkot Malang ingin menerapkannya sama seperti di lingkar Universitas Brawijaya (UB).

Padahal penerapan satu arah di lingkar UB masih belum sempurna.

Tapi Pemkot kembali mengeluarkan kebijakan serupa di pusat kota.

Aku tidak tahu maksudnya.

Wali Kota Malang, M Anton sempat menemui sopir mikrolet yang demontrasi.

Di hadapan ratusan massa, Anton menarik kebijakannya.

Jalan satu arah hanya untuk kendaraan umum.

Sedangkan mikrolet masih bisa melalui jalur tersebut sebagaimana biasanya.

Kebijakan ini sama persis dengan kebijakan di lingkar UB sekarang.

Pukul 10.00 WIB, aku janjian ngopi dengan temanku di sekitar Universitas Negeri Malang (UM).

Sejumlah ruas jalan sudah berlaku satu arah.

Arus lalu lintas memang sangat lancar.

Sejumlah petugas memberi arahan kepada pengguna jalan sambil sosialisasi perubahan arus lalu lintas.

Saat sedang menikmati kopi, seorang temanku mengirim BlackBerry Messenger (BBM).

"Satu arah akhirnya dibatalkan," kata temanku.

Aku sempat tidak percaya.

Apa secepat itu kebijakan berubah?

Padahal sosialisasi satu arah awalnya akan berlangsung selama empat hari.

Sabtu (30/8/2014) nanti baru akan evaluasi dengan melibatkan Forum Lalu Lintas.

Aku segera menghabiskan kopi.

Aku menyisir jalur-jalur yang sempat akan diubah.

Ternyata benar. Jalan yang sempat satu arah kembali menjadi dua arah.

Aku konfirmasi ke kepolisian.

Kebijakan ini benar-benar dibatalkan.

Jadi kebijakan ini hanya berlangsung sekitar lima jam.

Cepatnya perubahan sikap wali kota ini langsung menjadi topic menarik di kalangan rekan-rekanku.

Seorang temanku sempat bercerita bahwa tangan wali kota gemetar saat berpidato di hadapan sopir mikrolet.

Tapi temanku tidak tahu gemetarnya tangan ini karena nyalinya menciut atau memang faktor penyakit.

Aku sudah berkecimpung di dunia pengambil kebijakan sejak tujuh tahun.

Menurutku, kebijakan ini yang paling cepat direvisi dan dicabut.

Sebelumnya aku mengetahui revisi aturan dalam jangka waktu beberapa tahun.

Revisi ini pun hanya untuk menyesuaikan dengan kondisi sekarang.

Membuat kebijakan memang tidak mudah.

Terutama bila kebijakan ini berurusan dengan perut atau makan orang lain.

Perlu melibatkan banyak pihak untuk membahas kebijakan ini.

Tujuannya hanya satu: agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Meskipun ada yag dirugikan, nilainya tidak terlalu besar.

Selain itu, menghadapi orang yang biasa hidup di jalanan tidak perlu mengedepankan emosi.

Saat berbincang dengan seorang teman, aku mendapat informasi bahwa ada pejabat eselon II yang sempat menggebrak meja saat berdialog dengan sopir mikrolet.

Akibatnya sopir mikrolet memilih walk out daripada melanjutkan dialog.

Mungkin faktor ini pula yang menyebabkan sopir mikrolet emosi dan bersikukuh menolak kebijakan satu arah.

Seandainya perubahan arus lalu lintas ini dibicarakan dengan semua pihak dan tanpa emosi, aku yakin bisa berjalan.

Tapi setiap individu memiliki karakter berbeda.

Bisa saja wali kota sudah menyiapkan strategi lain untuk memuluskan ambisinya memberlakukan satu arah.

Apapun straegi yang ada di benaknya, aku berharap tidak sampai merugikan pihak lain.

Tidak perlu ada pengerahan massa yang seolah mendukung kebijakan perubahan arus lalu lintas.

Apalagi bila massa yang dikerahkan tidak kena dampak langsung kebijakan tersebut.

Pengerahan massa sama dengan membenturkan masyarakat dengan masyarakat lain.

Comments