Poster Protes Atas Pelanggaran (Terulang)

Aku baru saja menghabiskan kopi susu yang baru kupesan.

Memang tidak enak menghabiskan kopi susu dalam waktu sekejap.

Biasanya secangkir kopi susu kuhabiskan sekitar sejam.

Tapi kali ini aku menghabiskannya dalam waktu sekitar 30 menit.

Padahal ketikanku belum selesai.

Tapi aku segera menutup laptop, menghabiskan kopi, dan berangkat ke Kecamatan Singosari.

Aku baru saja mendapat informasi bila ada temuan mayat di Singosari.

Aku harus secepatnya ke lokasi.

Pengalamanku selama ini, evakuasi korban tidak butuh waktu.

Setelah mobil ambulans datang, korban langsung dievakuasi ke RS Saiful Anwar (RSSA).

Agar tidak kehilangan momen, aku harus segera tiba di lokasi.

Saat baru keluar dari warung kopi, aku melihat sebuah poster ukuran besar.

Karikatur menggambarkan sosok berbadan gemuk terlihat sangat mencolok.

Awalnya aku berpikir sosok yang tergambar di poster itu.

Aku baru memahaminya setelah membaca tulisan di bagian atas dan bawah sosok tersebut.

Di bagian atas tertulis ‘Cukup Fikri’.

Sedangkan di bawah sosok tertulis ‘Korban Ospek!’.

Di bawah tulisan tersebut tercantum pemasang poster, yaitu Aliansi Mahasiswa Anti Kekerasan (AMAK).

Nama lengkapnya Fikri Dolasmantya Surya (20).

Dia adalah Jurusan Planologi Institut Teknologi Nasional (ITN), Kota Malang.

Dia meninggal saat Kemah Bakti Desa di Pantai Goa Cina, Dusun Rowotratih, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Sabtu 12 Oktober 2013.

Kegiatan ini sebagai rangkaian Orientasi Study dan Pengenalan Kampus (Ospek) tingkat jurusan.

Beragam spekulasi penyebab kematian muncul.

Sosial media dan dunia maya digemparkan dengan munculnya foto terkait Ospek ITN tersebut.

Muncul dugaan kematian Fikri terkait Ospek tersebut.

Tapi ada yang mengklaim kematian Fikri murni akibat daya tahan tubuhnya.

Sayangnya pihak keluarga tidak memperkenankan autopsi dalam.

Keluarga hanya memperkenankan otopsi luar.

Fikri bukan satu-satunya korban kerasnya Ospek.

Sebelumnya mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN), Bogor, Wisnu Anjar Kusumo.

Wisnu meninggal pada Oktober 2009.

Wisnu juga diduga meninggal akibat kerasnya materi Ospek.

Kekerasan Ospek selalu menjadi isu hangat setiap Agustus atau September.

Intinya masih sama: dilarang ada kekerasan selama Ospek.

Semua pihak diberi kesempatan mengemukakan harapannya soal Ospek.

Intinya pun tetap sama.

Kekerasan Ospek sudah tidak jaman, tidak beretika, dan sebagainya.

Tapi lihatlah dalam praktiknya.

Kekerasan masih sering terjadi.

Munculnya korban meninggal setiap tahun menunjukan masih adanya kekerasan selama Ospek.

Itu korban kekerasan fisik.

Kekerasan yang paling nge-tren adalah kekerasan non-fisik.

Peserta Ospek diminta membawa atau mengenakan barang yang sulit ditemukan di pasaran.

Alasannya pun masih sama: untuk menunjukan bahwa dunia kampus berbeda dengan dunia pelajar.

Apapun bentuknya, kekerasan selama Ospek akan menjadi lingkaran setan.

Memang setelah Ospek berakhir, senior biasanya minta maaf atau mengungkapkan bahwa semua yang telah dilakukannya hanya sandiwara.

Tapi junior pasti trauma atas kekerasan yang telah dialaminya.

Pengalaman kekerasan ini akan selalu tertanam dalam benak junior.

Bahkan aku yang mengalami Ospek 14 tahun silam pun masih ingat detail ‘kekerasan’-nya.

Sebenarnya mahasiswa junior ingin membalas kekerasan yang dialaminya kepada seniornya.

Tapi tidak ada momen atau alasan membalas kekerasan tersebut.

Hanya segelintir mahasiswa yang mau dan bisa membalas dendam secara langsung.

Mayoritas mahasiswa tidak bisa membalas kekerasan kepada seniornya.

Mayoritas mahasiswa inilah yang berusaha mencari pelampiasan.

Mereka baru bisa melampiaskan dendamnya ketika menjadi senior.

Mahasiswa junior yang menjadi ajang pembalasan.

Kekerasan yang sebelumnya dirasakan, sekarang terjadi lagi.

Perbedaannya hanya dari segi posisi.

Dulu dia sebagai junior atau korban kekerasan.

Sekarang dia menjadi senior atau pelaku kekerasan.

Menghentikan kekerasan Ospek tidak cukup hanya melalui komentar di media massa.

Kebijakan rektor, dekan, atau ketua jurusan pun tidak akan bisa menghentikan kekerasan Ospek.

Butuh rekonsiliasi nasional dan massal untuk menghentikan lingkaran setan ini.

Junior harus siap merelakan menjadi korban terakhir dari kekerasan Ospek.

Tanpa adanya rekonsiliasi nasional dan massal, kekerasan Ospek akan selalu terjadi.

Comments