Militer Itu…
Acara yang kuhadiri hari ini seharusnya dimulai pukul 07.30 WIB.
Setelah
mendapat telepon dari atasanku semalam, aku bertekad akan datang tepat waktu.
Meskipun
terlambat, mungkin hanya beberapa menit.
Apalagi acara yang kuhadiri hari ini adalah
puncak ulang tahun satuan militer.
Aku menduga acaranya tidak akan molor.
Aku tiba didepan gerbang sekitar pukul 07.40 WIB.
Aku lapor di pos jaga
dan mengemukakan tujuanku datang ke markas militer.
"Tunggu di kantin saja, mas.
Acaranya nanti di aula, dan sekarang belum dimulai," kata seorang tentara di
pos jaga.
Aku bersyukur tidak terlambat
.
Aku segera menghubungi nomor yang diberikan atasanku.
Aku tidak tahu jabatannya.
Aku menduga pemilik nomor tersebut adalah panitia.
Pemilik nomor telepon menjawab
singkat.
Aku diminta menunggu di depan kantin.
Dia berjanji akan menyusul aku
di depan kantin.
Kurang dari tiga menit, dia sudah berdiri di hadapanku.
"Acaranya baru dimulai pukul 09.30 WIB. Ada permintaan dari…," katanya tanpa
melanjutkan kalimat.
Aku tidak tahu siapa yang meminta acara tersebut molor dari jadwal
semula.
Aku hanya mengumpat dalam hati.
Kalau acaranya molor, seharusnya ada
pemberitahuan sejak awal.
Jadi aku bisa bangun lebih siang.
Aku pun tidak perlu
melawan hawan dingin dengan naik motor menuju lokasi.
Apalagi keluargaku juga
butuh antar-jemput sekolah ke rumah.
Percuma saja aku mengumpat dalam hati.
Terpaksa aku menikmati ketepatan
waktuku tiba di lokasi dibandingkan para tentara itu.
Aku langsung berpikir
lebih baik menghabiskan waktu di kantin.
Toh tidak ada lagi yang bisa kulakukan
selain kowa-kowo di kantin.
Sambil menikmati
kopi susu, waktu pasti tidak akan terasa lama.
Aku bersyukur tentara tersebut mau menemani di kantin.
Aku tidak tahu
dia menemani karena perintah atasannya atau tidak enak karena acaranya molor tanpa
memberitahuku.
Apapun alasannya, aku tidak mempermasalahkan.
Dua jam berada di kantin, dia bercerita banyak soal pengalaman dan keluarganya.
Dia berasal dari kota di Jawa Timur sisi barat.
Selama meniti karier di militer,
sudah sudah beberapa kali dikirim ke luar daerah.
Bahkan dia pernah bertugas di
Aceh dan Timor Leste saat masih dilanda konflik.
"Lebih tegang di Timor Leste daripada di Aceh," katanya sambil menikmati
minuman di hadapannya.
Menurutnya, jenazah tentara yang meninggal di Aceh masih bisa dibawa
pulang.
Keluarga korban bisa langsung mendapat pemberitahuan saat tentara
meninggal.
Jadi keluarga korban bisa mempersiapkan segala sesuatunya sebelum
jenazah tiba.
Keluarga pun sudah siap mental saat menjemput jenazah di bandara
atau saat jenazah tiba di rumah.
Tapi berbeda dengan perlakuan tentara yang meninggal di Timor Leste.
Keluarga
korban tidak mendapat pemberitahuan saat tentara meninggal.
Keluarga baru tahu saat
menjemput di bandara atau menunggu kedatangan korban di rumah.
Biasanya rekan
korban atau atasan yang memberitahunya.
"Segala sesuatunya sudah disiapkan untuk mengantisipasi ada anggota yang
histeris atau pingsan," tambahnya.
Pihak keluarga hanya mendapat pemberitahuan.
Mereka tidak akan bisa
melihat wajah atau jenazah korban.
Menurutnya, tentara yang meninggal di Timor
Leste langsung dikebumikan.
Tapi prosesi pemakaman butuh pengamanan ekstra
ketat.
Ada tiga lapis pengamanan mulai dari tempat persemayaman sampai pemakaman.
Dia tidak dapat menjamin sekarang keluarga masih bisa menemukan kuburan
korban atau tidak.
Situasi menjelang kemerdekaan Timor Leste sangat menegangkan.
Bisa saja milisi Timor Leste membongkar kuburan dan mengeluarkan jenazah
korban.
Apalagi sekarang Timor Leste sudah lepas dari Indonesia.
Tentara adalah abdi negara.
Negara menjamin kehidupan tentara dan
keluarganya.
Bahkan orang itu menyebutkan negara tetap menjamin keluarga tidak
akan kelaparan selama tentara dinas ke luar daerah.
Dia menyebutnya ATM merah-putih.
ATM ini berisi nominal untuk biaya hidup keluarga tentara.
Di balik arogansi personelnya, tentara tetap manusia.
Mereka memiliki hak
sebagai warga negara.
Mereka juga memiliki keluarga yang selalu merindukannya
saat tentara tidak berada di rumah.
Comments
Post a Comment