Belanda Boyong Pekerja dari Jawa ke Suriname, 9 Agustus 1890

Suriname menjadi wilayah jajahan Belanda sejak 1667.

Pemerintah Belanda memanfaatkan penduduk lokal untuk bekerja di perkebunan.

Mayoritas para pekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda adalah para budak.

Konstitusi Belanda mulai menghapus sistem perbudakan sejak 1 Juli 1863.

Sejak saat itu pemeritah Belanda menghapus seluruh perbudakan di wilayah jajahan.

Sebagai gantinya, pemerintah Belanda merekrut tenaga kerja murah dari berbagai daerah.

Indonesia (saat itu bernama Hindia Belanda) termasuk negara yang memasok kebutuhan tenaga kerja murah.

Penghapusan perbudakan berimbas pada tingginya kebutuhan tenaga kerja murah, seperti di Suriname.

Kapal pertama yang mengangkut tenaga kerja asal Indonesia bernama Prins Willem II.

Kapal ini tiba di Surinama pada 9 Agustus 1890.

Sebanyak 44 tenaga kerja asal Jawa ikut dalam gelombang eksodus dari Jawa ke Suriname ini.

Sejak saat itu Belanda rutin mengirim tenaga kerja dari Jawa ke Suriname.

Jumlah tenaga kerja yang dikirim ke Suriname bervariasi.

Sampai tahun 1939, sudah ada sekitar 75.000 orang Jawa yang bekerja di perkebunan milik Belanda di Suriname.

Ada dua macam tenaga kerja yang diboyong ke Suriname.

Sebagaian tenaga kerja memang ingin bekerja di luar Hindia Belanda.

Tapi ada pula yang terpaksa ikut Belanda karena diculik atau dipaksa.

Dalam kontrak kerja disebutkan bahwa para pekerja terikat kontrak selama lima tahun.

Setelah masa kontraknya berakhir, mereka diberi pilihan kembali ke kampung halaman atau bertahan di Suriname.

Mayoritas tenaga kerja memilih bertahan di Suriname.

Saat mendengar Indonesia merdeka pada 1945, banyak orang Jawa di Suriname berniat kembali ke tanah air.

Terutama orang Jawa yang memiliki uang untuk kembali.

Lagi-lagi mayoritas orang Jawa memilih bertahan di Suriname.

Belanda kembali memberi penawaran serupa setelah Suriname merdeka pada 1975.

Orang Jawa ini diberi pilihan bertahan di Suriname atau ikut kembali ke Belanda.

Sebenarnya Belanda juga mengirim tenaga kerja ke Suriname tidak hanya berasal dari Jawa.

Hampir seluruh suku bangsa di Jawa dan sekitarnya ikut dalam kerja murah di Suriname.

Tapi mayoritas suku Jawa yang menyumbang tenaga kerja.

Bahkan penduduk Jawa yang dibawa ke Suriname berasal dari kalangan bawah.

Dominasi kalangan bawah suku Jawa inilah yang mempengaruhi budaya Suriname saat ini.

Orang Suriname biasa berkomunikasi dengan bahasa ngoko, bukan kromo inggil.

Bahasa ini sudah diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang yang datang ke Suriname pertama kali.

Orang Suriname juga menjalankan budaya Jawa lain sampai sekarang.

Wayang, tradisi 1 Suro, ludruk, kuda lumping, dan musik campursari masih akrab bagi penduduk Suriname modern.

Kedatangan tenaga kerja murah dianggap menjadi tonggak sejarah bagi warga Suriname modern.

Kedatangan tenaga kerja murah ini diperingati sangat meriah setiap 9 Agustus.

Pesta besar digelar secara nasional.

Berdasar sensus tahun 2003, total penduduk Suriname sebanyak 481.146 orang.

15 persennya adalah Suku Jawa.

Ada tradisi unik bagi orang Jawa di Suriname.

Ada larangan menikah dengan keturunan atau kerabat orang sekapal saat tiba di Suriname dulu.

Orang sekapal yang dibawa ke Suriname dianggap masih bersaudara.

Comments