Tamu Tak Diundang itu Masih Saudaraku
Aku baru tiba di rumah sekitar pukul 20.15 WIB.
Dari jarak
sekitar 20 meter, kulihat motor berhenti di depan rumahku.
Seorang pria mengetuk
pintu pagar.
Beberapa kali di mengetuk pintu, tapi tidak ada yang membuka pintu
pagar.
Motornya tidak kukenal. Begitu pula postur tubuhnya.
Pakaiannya pun
tidak kukenal.
Karena tidak ada respon dari orang dalam rumah, dia
mencoba langsung masuk halaman rumah.
Saat akan membuka pintu gerbang, aku sudah
tiba di depan pintu gerbang.
Aku sempat bertanya, “Ada apa?”
Sebelum dia menjawab,
aku mengenal wajah remaja yang berdiri di hadapanku.
Aku biasa memanggilnya Jo.
Nama agak panjangnya adalah
Jauhari.
Aku tidak tahu nama lengkapnya.
Aku tidak pernah kepadanya atau
bapaknya soal nama lengkapnya.
Aku sudah lama tidak bertemu dengan remaja berkemeja putih
itu.
Saat masih duduk di bangku SMP dulu, aku sering ke rumahnya.
Tapi sejak kelas
III SMP, aku tidak pernah ke rumahnya lagi.
Entah karena tidak ada waktu, atau memang
aku malu terlalu sering datang ke rumahnya.
Sebenarnya aku masih sering bertemu dengan keluarganya.
Kakaknya bekerja di bengkel dekat langgananku.
Aku jarang service motor di
bengkel kakaknya.
Bila bengkel langgananku tutup, aku service di bengkel tempat
kakaknya bekerja.
Bapaknya pun sering melintas di depan rumahku.
Aku pun
sering menyapanya.
Kadang sapaanku ditanggapi.
Pernah pula sapaanku diacuhkan.
Bapaknya
hanya melintas di depan rumah tanpa menoleh ke arah rumahku.
"Kalau naik sepeda,
bapak sambil wiridan, dan tidak menengok
kanan-kiri," kata remaja itu.
Belum semenit duduk di kursi tamu, dia langsung mengemukakan
niatnya datang ke rumah.
Katanya, dia dan bapaknya akan pergi ke Surabaya pada
Rabu nanti.
Kebetulan Jo mendapat beasiswa kuliah di Universitas Negeri
Surabaya (Unesa).
Rencananya dia dan bapaknya akan mampir ke rumahku di
Surabaya.
Selama ini bapaknya belum pernah mampir ke rumahku di Surabaya.
Saat Jo mendapat beasiswa di Unesa, bapaknya pun tidak ingat bila memiliki
saudara di Surabaya.
Bapaknya baru ingat setelah ada tamu ke rumahnya dan
memberitahunya.
Bapaknya langsung berniat sambang
ke rumahku.
Orang tua selalu berusaha agar tidak kepaten obor.
Makanya mereka selalu mengajak
anak-anaknya sambang ke sanak
familinya.
Tujuannya hanya satu, yaitu agar anak-anaknya mengetahui sanak famili
yang hidupnya sudah berjauhan.
Saat masih kecil, aku pun sering diajak keliling ke
rumah sanak familiku.
Seingatku, aku pernah ke daerah Sumberpucung bersama bapakku.
Katanya, pemilik rumah masih familiku.
Tapi aku lupa hubungan persaudaraan dengan
dia.
Beberapa kali ke Sumberpucung, aku mencoba mengingat lokasi rumahnya.
Tapi
sampai sekarang aku tidak bisa mengingatnya.
Aku juga sering berpikir tentang hubungan persaudaraan
di masa depan.
Apa mungkin anak-anakku masih mengetahui saudara jauhnya?
Comments
Post a Comment