Tanda-tanda Gunung Tambora Sebelum Meletus pada 5 April 1815
Gunung Tambora di Sumbawa sudah lama tidur.
Diperkirakan
letusan terakhir Gunung Tambora terjadi sebelum masehi (SM).
Tidak ada tanda-tanda
Gunung setinggi sekitar 2.850 meter dari permukaan laut (dpl) ini akan meletus
lagi.
Tanda-tanda letusan muncul pada 5 April 1815.
Suara
letusan disertai gemuruh terdengar.
Bahkan suara gemuruh terdengar sampai radius
2.600 kilometer.
Penduduk Sumatera, Maluku, dan Sulawesi mengira suara gemuruh itu
adalah suara tembakan.
Letusan semakin meningkat setiap hari.
Letusan juga
disertai guncangan tujuh skala righter (SR).
Puncaknya terjadi pada 10 April 1815.
Abu vulcanik membumbung tinggi dan menyebar sampai Jawa Barat dan Sulawesi.
Tingkat
letusan diperkirakan empat kali lebih tinggi dibandingkan saat Gunung Krakatau meletus
pada 1883.
Tiga kerajaan di lereng Gunung Tambora menjadi
korban, yaitu Kerjaan Tambora, Kerajaan Pekat, dan Kerajaan Sanggar.
Sangat sedikit
informasi soal tiga kerajaan ini.
Informasi yang dihimpun penulis, Kerajaan
Tambora dipimpin Abdul Ghafur Daeng Mataram saat Gunung Tambora meletus.
Kerajaan Tambora sedang berperang dengan Kerajaan
Sanggar untuk memperebutkan sisi barat Gunung Tambora.
Letusan Gunung Tambora
tidak hanya mengakhiri perang perebutan wilayah saja.
Dua kerajaan ini juga
lenyap tertimbun abu vulcanik.
Selain itu, Kerajaan Pekat pun ikut tertimbun.
Diperkirakan
71.000 orang tewas akibat letusan Gunung Tambora.
Sekitar 10.000 orang terkena
penyakit susulan.
Bukan hanya warga sekitar Gunung Tambora yang
menjadi korban.
Dampak letusan Gunung Tambora juga dirasakan penduduk yang tinggal
di kejauhan.
Debu tebal mengakibatkan penduduk di beberapa daerah tidak merasakan
terik matahari selama dua hari.
Bahkan di Eropa, letusan Gunung Tambora berdampak
semakin panjangnya musim dingin.
Kekalahan Napoleon Bonaparte (1769-1821) di Perang
Waterloo (1815) disebut-sebut akibat perubahan cuaca ini.
Hujan terus mengguyur
selama perang antara Napoleon melawan tentara koalisi Inggris, Jerman, dan Belanda.
Tanah licin dan tertutup salju memperlambat gerak roda kereta.
Inggris, Jerman,
dan Belanda menjadi pemenang dalam perang ini.
Stephen J Spignesi dalam buku berjudul 100
Bencana Terbesar Sepanjang Masa menggambarkan dampak letusan Gunung Tambora di
Eropa dan Amerika.
Spignesi menyebutkan korban hidup mencoba bertahan dengan memakan
apa saja yang ditemukan.
Korban di Swiss bertahan hidup dengan memakan anjing
dan kucing liar.
Petani di New York terpaksa memanen tanamannya sebelum masa panen
agar ternaknya tidak kelaparan.
Spignesi juga menggambarkan perubahan iklim di beberapa
negara.
Salju sudah turun di Connecticut pada Juni 1815.
Padahal seharusnya
saat itu Connecticut sudah memasuki musim panas.
Embun beku juga ditemukan di
New Hampshire pada Juli 1815.
Awalnya tidak ada yang mengetahui penyebab perubahan
iklim mendadak ini.
Ilmuwan baru mengetahui jawabannya setelah melakukan penelitian
panjang.
Pada 1920 baru disimpulkan bahwa perubahan iklim mendadak di sejumlah negara
di Eropa dan Amerika itu akibat letusan Gunung Tambora di Sumbawa, Indonesia.
Comments
Post a Comment