Memberi Tanpa Diminta

Beragam cara seseorang mengemis di jalanan.

Ada yang menjadi pengatur lalu lintas.

Ada yang bermodal alat musik.

Ada yang hanya bermodal tampang melas .

Ada pula yang membawa nama yayasan, panti asuhan, atau tempat ibadah.

Semua demi mendapatkan recehan dari pengguna jalan.

Biasanya sasaran utama adalah pengendara mobil.

Para pengemis ini langsung mendatangi mobil saat lampu merah menyala.

Mereka sudah bisa menilai lampu merah menyala.

Sebelum lampu berganti hijau, mereka sudah naik diatas pembatas jalan.

Tujuannya agar tidak dianggap sebagai penganggu pengendara.

Sudah banyak pemerintah daerah yang mengharamkan memberikan sedekah kepada pengemis di jalanan.

Beragam alasan dikemukakan untuk mendukung kebijakan ini.

Penganggu menampilkan arus lalu lintas menjadi alasan utama.

Ada pula yang menganggap memberi sedekah di jalanan sama dengan mempertahankan kemiskinan.

Sudah bukan rahasia lagi bila mengemis sering dijadikan pekerjaan tetap.

Tidak mengherankan pengemis di jalanan rata-rata sudah biasa mengemis di satu titik.

Bahkan ada pengemis yang setiap hari mangkal di titik tertentu.

Mereka pasti menganggap banyak pengguna jalan yang memberi sedekah di titik tersebut.

Itung-itungan kasar pengemis pendapatan memang sangat besar.

Traffic light rata-rata menyala merah setiap dua menit.

Bila dalam semenit para pengemis ini mendapat Rp 2000, pendapatannya per jam sudah sekitar 30.000.

Kalau mereka mangkal di lokasi itu selama lima jam, pendapatannya sudah sekitar Rp 150.000.

Bila asumsi ini benar, pendapatan pengemis sangat besar.

Tidak mengherankan sering terdengar kabar banyak pengemis yang sudah memiliki rumah mewah, dan mobil keluaran terbaru.

Dengan asumsi ini, pengemis pendapatan memang lebih besar daripada pekerja di sektor publik.

Bahkan bisa saja pendapatannya lebih tinggi dibandingkan pegawai negeri sipil (PNS).

Terlepas dari benar atau tidaknya asumsi ini, pengemis memang tidak sembarangan menenggadahkan tangan.

pengemis jalanan hanya menenggadahkan tangan ke pengendara mobil.

Minimal penumpang di angkot yang menjadi sasaran.

Angkot mampu menampung sampai 15 orang.

Dalam satu angkot pasti ada yang memberi sedekah, entah satu atau dua orang.

Tidak ada salahnya kita mencoba berpikir positif.

Para pengemis adalah orang yang terpaksa menenggadahkan tangan.

Mereka sudah berusaha mencari pekerjaan.

Tapi tidak ada satu pun perusahaan yang menyediakan tenaganya.

Sama seperti wanita penghibur yang bergelut di dunia kelam.

Pengguna jalan raya pasti orang mampu.

Minimal mereka memiliki alat transportasi pribadi.

Pasti ada uang recehan atau lembaran Rp 1.000 di kantongnya.

Bagi mayoritas orang, uang receh atau lembaran Rp 1.000 tidak ada artinya.

Tapi bagi sebagaian orang, uang receh atau lembaran Rp 1.000 sangat berarti.

Daripada uang dipendam dan tidak ada fungsi, alangkah lebih baik bila diberikan kepada orang yang membutuhkan.

Biarkan para pengemis menganggap remeh pengendara motor, dan konsentrasi menenggadahkan tangan kepada pengendara mobil.

Bila ada uang receh atau lembaran seribu, berikan kepada pengemis.

Jangan tunggu mereka menenggadahkan tangan.

Memberi sedekah tanpa diminta tentu lebih baik dibandingkan menunggu pengemis menenggadahkan tangan.

Comments