Kasus Awal Flu Spanyol yang Tercatat Sejarah, 18 Maret 1918
Perang Dunia I masih berkecamuk pada awal 1918.
Tapi ketegangan perang sudah
sedikit reda.
Beberapa negara sudah mulai mempertimbangkan menghentikan perang.
Rusia menarik diri dari perang karena terjadinya gejolak di dalam negeri.
Saat ketegangan sudah sedikit reda, beberapa negara di Eropa dihantui kematian
massal.
Hantu ini bukan dipicu lanjutan perang.
Beberapa orang mengaku hanya sakit
tenggorokan, ngilu pada otot, demam, atau hanya sakit kepala.
Penyakit ringan inilah
yang memicu terjadinya kematian massal.
Angka kematian akibat penyakit ini melebihi korban
Perang Dunia I.
Dalam beberapa catatan disebutkan korban tewas selama Perang
Dunia I sekitar 10 juta orang.
Tapi kematian akibat penyakit ini diperkirakan mencapai
50 juta orang.
Tidak banyak media massa yang memberitakan kematian
massal ini.
Bahkan beberapa negara tidak mencatat pandemi ini.
Hanya sekelumit
catatan yang dapat ditemukan, termasuk di Amerika Serikat (AS).
Padahal tentara
AS yang meninggal akibat flu ini sekitar 600.000 orang lebih.
Dari beberapa negara terdampak, hanya media massa
di Spanyol yang berani mengungkap pandemi ini.
Kemungkinan Spanyol termasuk negara
netral yang tidak sibuk mengurus perang sehingga bisa konsentrasi menangani pandemi.
Makanya pandemi ini disebut Flu Spanyol.
Ada beberapa alasan kurangnya pencatatan pandemi influenza
1918.
Sejarawan kesehatan AS, Alfred W Crosby (1931-....) mengungkap beberapa
alasan minimnya catatan pandemi 1918 ini.
Hiruk-pikuk Perang Dunia I dan upaya penciptaan
perdamaian menutupi kabar ini.
Selain itu, tidak adanya tokoh penting yang menjadi
korban juga memicu hilangnya ingatan warga secara kolektif atas pandemi ini.
Ekonom
dan sosiolog Jerman, Max Weber (1864-1920), dan politikus Inggris, Sir Mark
Sykes (1879-1919) diduga di antara tokoh yang meninggal setelah tertular
influenza.
Sampai sekarang sejarawan belum sependapat asal terjadinya pandemi.
Ada yang
menyebutkan pandemi ini berasal dari Cina, bermutasi di AS lalu menyebar ke Perancis.
Ada pula yang menyebut pandemi ini berasal dari AS.
Kasus paling awal pandemi
tercatat pada 18 Maret 1918.
Seorang tukang masak AS yang sedang menuju medan
perang di Eropa mendadak merasa sakit kepala, demam, sakit tenggorokan, dan ngilu
pada otot.
Juru masak ini tidak mendapat perawatan khusus.
Dokter militer beranggapan penyakit
yang diderita juru masak itu hanya demam biasa.
Rombongan pasukan ini mendarat
di Spanyol tidak lama kemudian.
Saat itu sekitar 500 orang dilanda influenza,
dan tim dokter masih belum mengambil tindakan apapun.
Hanya dalam kurun waktu sebulan, 8 juta penduduk terjangkit flu.
Pemerintah
terpaksa menutup semua kantor, lalu lintas terhenti, pusat perdagangan pun
menghentikan aktivitasnya.
Seluruh kota seperti kota mati.
Tidak ada aktivitas
apapun karena khawatir penyebaran virus.
Dalam perkembangannya, virus ini tidak hanya mengancam manusia.
Hewan yang memiliki
kekebalan lemah pun rentan terserah flu Spanyol.
Berdasar temuan ilmuwan AS, DNA
flu Spanyol bisa menjadi obat pencegah wabah flu modern.
Jenazah Sir Mark Sykes
sempat dibongkar dengan harapan ilmuwan bisa mengambil DNA.
Berbeda dengan
korban lainnya, jenazah Sir Mark Sykes dikubur didalam peti mati berlapis
timah.
Cara penguburan ini dianggap bisa mengawetkan partikel virus.
Ternyata mayat Sir Mark Sykes sudah membusuk.
Padahal ilmuwan berharap bisa
mendapatkan mayat yang diawetkan.
Comments
Post a Comment