Motion Picture Associated (MPA) Tolak Datangkan Film Impor ke Indonesia Mulai 17 Februari 2011
Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak 03/PJ/2011
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan
Nilai atas Pemasukan Film Impor mendapat reaksi.
Asosiasi perdagangan nirlaba
Amerika Serikat (AS), Motion Picture Associated (MPA), dan Ikatan Perusahaan Film
Impor Indonesia (IPFII) keberataan dengan keluarnya SE ini.
SE ini mempersamakan
bea masuk film impor dengan pajak royalti film lokal.
Akibat keluarnya SE ini, film
impor tidak bisa masuk ke Indonesia.
Penggemar film asing di Indonesia pun tidak
akan bisa menyaksikan film Hollywood, Bollywood, dan film asing lainnya.
Sebelum keluarnya SE ini, pemerintah dan
pemerintah daerah (Pemda) sudah mendapat masukan dari setiap film impor.
Pajak
Perambahan Nilai (PPn) sebesar 23,75 perse dari nilai barang, Pajak Penghasilan
(PPh) sebesar 15 persen dari hasil eksploitasi film, dan pajak tontotan sebesar
10-15 persen.
Semua ini masuk ke kas APBN atau APBD.
Dirjen Pajak mengeluarkan SE ini untuk menjawab
keluhan sutradara terkemuka, Hanung Bramantyo (1975-sekarang).
Hanung mengeluhkan
besarnya beban tarif yang harus dibayar untuk menayangkan film lokal.
Saat itu
pemerintah menetapkan tarif royalti film lokal sebesar 15 persen.
Ketentuan tarif
royalti ini lebih mahal dibandingkan bea masuk film impor.
Pemerintah hanya
mengenakan biaya sebesar Rp 4.000 per meter rol film.
Sebaliknya, keluarnya SE ini merugikan MPA.
Makanya
MPA langsung mengancam akan menghentikan impor film asing ke Indonesia.
MPA
beralasan film yang ditayangkan dinikmati masyarakat berbeda dengan produk otomotif
atau garmen.
MPA mempersamakan film dengan karya seni lainnya.
Bagi MPA, film
tidak bisa dijual-belikan.
Pemilik film hanya memberikan hak eksploitasi kepada
distributor dan bioskop.
Sedangkan hak milik film tetap dipegang pemilik film.
MPA sudah melayangkan protes langsung ke Kemenkeu.
Tapi tidak pernah mendapat tanggapan.
MPA pun mengambil sikap tegas menjawab
sikap pemerintah.
MPA tidak mendatangkan film impor ke Indonnesia sejak 17
Februari 2011.
IPFFI pun tidak bisa berbuat banyak untuk menyikapi
keluarnya SE dan keputusan MPA.
Masing-masing lembaga berhak mengeluarkan
kebijakan yang harus dihormati oleh pihak lain.
Tapi pemilik bioskop berharap
pemerintah menanggapi reaksi MPA.
Terhentinya film impor bisa berdampak pada
pendapatan bioskop.
Padahal film impor masih menjadi idola penikmat film di
Indonesia.
Pemerintah
baru mengambil sikap pada 20 Oktober 2011 dengan mengeluarkan SE 79/PJ/2011.
Dalam
SE ini disebutkan bahwa SE 03/PJ/2011 dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri
Keuangan 102/PMK.011/2011.
Dengan alasan ini, SE 03/PJ/2011 dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Comments
Post a Comment