Ancaman Investasi

Indonesia termasuk negara yang menarik perhatian investor luar negeri.

Sumber daya berlimpah dan upah murah menjadi daya tarik investor.

Dua item ini yang membuat investor bisa mendapat keuntungan banyak.

Berlimpahnya sumber daya tak banyak mencari lowongan pekerjaan.

Calon pekerja harus bersaing dengan sesama calon pekerja.


Sebagaimana hukum evolusi, calon pekerja terbaik yang mendapat kesempatan bersaing.

Sedangkan calon pekerja pas-pasan dipastikan akan tersingkir.

Calon pekerja yang tersingkir harus mencari lapangan pekerjaan lain yang sesuai kemampuannya.

Investor memanfaatkan terbatasnya lowongan untuk menarik belanja pegawai.

Perusahaan yang kebanjiran calon tenaga kerja akan memiliki prestise di hadapan calon pekerja.

Para perusahaan mengklaim tidak kehilangan pegawai atau calon pegawai.

Kondisi inilah yang bisa dijadikan senjata untuk mengurangi pegawainya.

Ketegangan antara buruh dan perusahaan pasti terjadi menjelang akhir tahun.

Buruh menuntut upah setinggi-tingginya sesuai kebutuhan hidup layak (KHL).

Sebaliknya, perusahaan berusaha agar upah buruh dibawah KHL.

Pengeluaran untuk produksi dan persaingan dijadikan alasan untuk mengegolkan penerapan upah dibawah KHL.

Menyikapi ketegangan ini, pemerintah berusaha tidak berpihak kepada pengusaha atau buruh.

Bagaimanapun pemerintah tidak ingin investor menarik investasinya.

Di sisi lain, pemerintah tidak ingin terus-terusan mendapat tekanan dari buruh soal upah rendah.

Upah minimum kota (UMK) biasanya ditentukan sesuai titik tengah antara tuntutan pengusaha dan buruh.

Ada item ketiga yang menjadi pertimbangan investor bersedia berinvestasi di Indonesia.

Rasa aman dan tentram menjadi alasan ketiga.

Sebenarnya Indonesia masih belum bisa menjamin item ketiga kepada investor.

Aksi premanisme masih ada di sekitar perusahaan.

Tapi bagi investor, Indonesia masih termasuk negara yang aman dan tentram.

Aksi premanisme di sekeliling perusahaan masih bisa dikendalikan.

Artinya, para pengusaha masih mampu menjamin kelangsungan perusahaan tanpa bantuan dari aparat penegak hukum.

Menjamin keamanan dan ketentraman secara mandiri harus dibayar mahal.

Pengusaha harus mengeluarkan uang dari kantor pribadi.

Tentunya uang keamanan mandiri ini bukan benar-benar dari kantong pribadi.

Para pengusaha harus menyisihkan sebagaian pendapatan perusahaan untuk membayar ‘para penjaga keamanan’.

Pengusaha harus menjamin kesejahteraan ‘para penjaga keamanan’.

Berbagai fasilitas harus dipenuhi agar ‘para penjaga keamanan’ masih bersedia menjalankan tugasnya.

Tanpa adanya jaminan kesejahteraan, ‘para penjaga keamanan’ bisa menjadi ancaman bagi pengusaha dan perusahaan.

Pengusaha tentu tidak perusahaan gulung tikar hanya karena adanya ‘pagar makan tanaman’.

Makanya pengusaha akan tetap berusaha ‘para penjaga keamanan’ harus tetap mau bekerja sama.

Meskipun dalam perjalannya ada ketegangan, pengusaha masih tetap berusaha menjaga hubungan.

Tidak menutup kemungkinan ‘para penjaga keamanan’ ini benar-benar menjadi musuh pengusaha dan mengancam perusahaan.

Dalam konteks ini, pengusaha tidak pernah bingung.

Pengusaha masih bisa mencari ‘para penjaga keamanan’ lainnya.

Bahkan bila perlu ‘para penjaga keamanan’ baru ini direkrut dari rival ‘penjaga keamanan’ sebelumnya.

Sebab, ‘para penjaga keamanan’ sebelumnya pasti akan menjadi ancaman saat ini.

Menelisik asal muasal dana keamanan mandiri perusahaan.


Artinya para buruh yang harus membayar ‘para penjaga keamanan’.

Pembayaran ini memang tidak masuk dalam klausul kerja sama antara pengusaha dan buruh.

Tapi, buruh pasti menyadari bahwa perusahaan tidak akan bisa berproduksi tanpa peran ‘para penjaga keamanan’.

Tanpa adanya ‘para penjaga keamanan’, para buruh akan kehilangan pekerjaan.

Ini tentu menjadi momok tersendiri bagi para buruh.

Comments