Terima Kasih, Penjaga Kafe!!!

Setelah dari Stadion Gajayana, Jumat (23/8/2013) pagi, aku nongkrong di Caffe Net di sekitar Dinoyo.

Di tempat inilah aku menghubungi narasumber dan mengetik berita.

Kafe ini memang tempatku biasa nongkrong dan mengetik berita.

Aku meninggalkan kafe sekitar pukul 14.00 WIB.

Aku pindah nongkrong di sekitar Landungsari.

Sebelum meninggalkan kafe, aku menyempatkan diri mengemas kabel laptop, dan aku masukan ke dalam tas. 

Laptop pun langsung aku matikan.

Sambil menunggu laptop benar-benar mati, aku membuka BlackBerry (BB) untuk memastikan tidak ada email, BBM, SMS, atau sebagainya.

Sebuah BBM dari temanku masuk.

Aku masih sempat membaca dan membalasnya.

BB kumasukan ke saku baju.

Tanganku langsung meraih sandal dan memasang ke kakiku.

Sambil menenteng tas punggung, aku meninggalkan kafe di Dinoyo itu.

Sampai di kafe di Landungsari, aku berniat melanjutkan mengetik tugas.

Aku mendapati tasku terbuka.

Tasnya langsung kuangkat, dan terasa lebih ringan daripada biasanya.

Tanganku merogoh ke tempat penyimpanan laptop di bagian belakang.

Ternyata laptopku tidak ada.

Aku baru menyadari ternyata tadi belum sempat memasukan laptop ke dalam tas.

Aku langsung pamit sebentar ke temanku untuk kembali ke kafe di Dinoyo.

Aku berusaha tidak panik selama perjalanan mengendarai motor menuju Dinoyo.

Aku khawatir sikap panik hanya akan membuat aku celaka, di antaranya kecelakaan.

Beruntung aku sampai di Dinoyo dengan selamat.

Pengunjung masih sama dengan saat kutinggalkan sekitar 30 menit lalu.

Beberapa pengunjung sempat memandangi kedatanganku.

Aku tidak melihat laptopku ada di meja.

Gelas dan asbak yang tadi sempat kupakai pun sudah tidak ada di tempatnya.

Aku hanya berkeyakinan laptopku diamankan oleh penjaga kafe.

Bel di kafe langsung kupencet.

Ternyata bel-nya tidak bisa.

Beberapa kali kupanggil, penjaganya tetap tidak keluar.

Aku menduga penjaganya sedang ada di rumah bagian belakang.

Hanya ibu pemilik kafe yang sempat menengok.

“Sebentar, mas. Orangnya masih di belakang,” kata ibu pemilik kafe.

Untuk memastikan keberadaan laptopku, aku menemui beberapa pengunjung.

Pengunjung itu mengatakan bahwa laptopku diamankan penjaga kafe.

“Alhamdullilah,” seruku girang.

Tidak lama kemudian penjaga kafe keluar dan menyerahkan laptopku.

Aku menyempatkan diri mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkan kafe.

Bagiku, laptop adalah harta paling berharga.

Berita di NusaBali, Surabaya Post, dan Surya tersimpan di laptop.

E-book, bacaan lain, dan catatan harianku pun pun tersimpan di laptop.

Aku juga menyimpan lagu-lagu kesenanganku di laptop ini.

Seandainya dokumen ini tidak tersimpan di laptop, aku tidak mempermasalahkan laptopnya hilang.

Laptop masih bisa dibeli dengan menabung beberapa bulan.

Sedangkan dokumen itu tidak dapat dibeli karena tidak ada yang menjualnya.

Aku sangat berterima kasih kepada penjaga kafe yang mau menyelamatkan harta berhargaku.

Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikannya.

Aku tidak dapat membayangkan bila laptop itu tidak diamankan penjaga kafe, tapi oleh orang lain.

Atau memang diamankan penjaga kafe, tapi dikatakan telah diambil orang lain.

Aku pasti lebih galau daripada remaja yang baru putus cinta atau penderita sakit gigi.

Harga kejujuran sangat mahal.

Sulit menemukan orang jujur di jaman yang penuh hedonisme dan pragmatisme.

Comments