Rasa Trauma Itu Masih Ada
Tanggapan
dari posting itu pun beragam.
Bahkan ada berkomentar sinis.
Aku
memahami rasa sentimen krama Bali
kepada pendatang dari luar Bali.
Pendatang dianggap pembawa masalah di Bali.
Aku
teringat pemerkosa pedofilia asal Lamongan bernama Suharto.
Dia menyetubuhi belasan
(aku lupa angka pastinya) penduduk Bali.
Sebelum Suharto ditangkap Polda Bali, Suharto
sempat membuat warga Bali tidak bisa tidur nyenyak.
Sebelum
itu, dua bom Bali menimbulkan rasa trauma paling dalam.
Mayoritas warga Bali
memandang pendatang asal Jawa secara sinis.
Bahkan setiap setelah Lebaran, aparat
penegak hukum pasti merazia Terminal Ubung.
Tujuannya hanya satu: mencari
pendatang yang tidak ber-KTP Bali.
Atau pendatang yang belum memiliki pekerjaan
di Bali.
Aku
menginjak tanah Bali pertama pada 5 Juni 2007 lalu.
Saat pertama kali melakukan
kerja jurnalistik, aku naik angkot.
Karena angkot di Denpasar kurang diminati, aku
sering duduk di samping sopir.
Beberapa sopir sempat aku tanya soal trauma dua bom
di Bali.
Mayoritas sopir khawatir bom Bali akan terulang.
Bukan hanya sopir
yang sempat aku tanyai seputar trauma bom Bali itu.
Beberapa warga lainnya pun
sempat tanya hal yang sama.
Mereka masih trauma dan berharap tidak ada lagi bom
di Bali.
Tapi, mereka yakin bahwa tidak semua warga Jawa benci dengan Bali.
Bahkan
beberapa warga Bali yakin warga Jawa pun tidak setuju dengan pengeboman di
Bali.
Tiga tahun
tinggal di Bali, aku tidak pernah mendapat intimidasi atau teror karena
identitasku, baik sebagai pendatang asal Jawa atau agamaku.
Hubunganku dengan orang
yang kukenal di Bali pun tidak ada masalah.
Aku pun tidak ada dendam sedikitpun
kepada penduduk Bali.
Bagiku, Bali adalah pulau yang pernah membentuk
karakterku.
Apalagi aku belajar jurnalistik di Bali.
Aku memaklumi rasa sentimen akibat trauma itu.
Tidak
mudah menghilangkan trauma dari kehidupannya.
Dampak pengeboman itu mengakibatkan
trauma bagi seluruh warga Bali.
Bukan hanya penduduk asli Bali yang trauma.
Penduduk
pendatang pun tidak mau ada bom lagi di Bali.
Bahkan selama di Bali, aku selalu
berharap pengebom tidak pernah mampir di Pulau Dewata itu.
Comments
Post a Comment