Tujuan Hidup: Kaya

Seorang wartawan duduk termenung di depan rumah seorang menteri pertanian.

Dia mendapat tugas dari redakturnya harus mendapat komentar dari sang menteri.

Wartawan ini baru sebulan menjalankan profesinya.

Saat itu sang menteri sedang keluar rumah.

Untuk memenuhi kewajibannya, sang wartawan memilih tetap menunggu.

Dia berharap sang menteri segera datang dan mau memberi komentar.

Sambil menunggu menteri datang, sang wartawan melamun.

Di tengah lamunannya, dia berpikir ‘apa tujuan hidup? Sebagai wartawan, tujuan hidup saya adalah mencari tahu dan memberi tahu orang lain’.

Artinya wartawan mencari informasi kemudian dipublikasikan melalui media massanya.

Ini adalah pengalaman Direktur Supervisi Kanwil VI Bank Syariah Mandiri (BSM), A Syamsudin.

Dia akhirnya keluar dari wartawan dan memilih bergabung di dunia perbankan.

Lama bergelut dengan dunia perbankan, Syamsudin mengubah tujuan hidupnya.

Sekarang ‘tujuan hidup saya adalah mencari tahu dan membangun’.

Syamsudin menerjemahkan kata ‘mencari tahu’ hampir sama dengan wartawan.

Dia harus mendapat informasi soal perbankan sebanyak-banyaknya.

Tapi setelah didapatkan, dia ingin membangun dunia perbankan.

Sebab, tidak semua informasi yang diketahuinya harus dipublikasikan, termasuk kepada keluarga.

Ada beberapa informasi yang harus disimpan sebagai rahasia perusahaan.

Dua profesi ini sama-sama memiliki tujuan yang sama.

Keduanya sama-sama ingin menjadi kaya.

Memang menjadi wartawan sulit menjadi kaya.

Gaji wartawan hanya untuk cukup untuk biaya hidup.

Sekalipun ada sebagaian yang disisihkan untuk tabungan, jumlahnya tidak terlalu banyak.

Berbeda dengan kalangan perbankan yang gajinya lebih besar.

Tapi, Syamsudin menekankan bahwa kaya hati lebih nyaman daripada kaya materi.

Orang yang memiliki banyak harta tidak akan pernah merasakan kenyamanan dan ketenangan.

Pikirannya pasti dipenuhi rasa curiga terhadap orang lain.

Ada orang yang melintas di depan rumahnya pada malam, dikira akan berbuat jahat.

Meninggalkan rumah sebentar saja sudah berpikir mengamankan rumahnya.

Makanya rumahnya harus dipasang CCTV, satpam, sampai anjing galak.

Orang miskin tidak akan pernah memikirkan hal itu.

Pelaku kejahatan pun harus berpikir ulang bila akan masuk ke rumah orang miskin.

Di dalamnya pasti tidak ada barang berharga.

Kalau nekat masuk, bisa saja malah mengancam nyawanya.

Orang miskin tidak pernah berpikir pelaku kejahatan akan masuk rumahnya.

Tapi belum tentu orang miskin bisa merasa nyaman mengarungi hidupnya.

Kadang mereka berpikir menjadi orang kaya enak.

Segala keinginannya bisa terpenuhi.

Gangguan pikiran inilah yang membuatnya melakukan kejahatan.

Tidak mengherankan penjara dipenuhi orang dari kalangan menengah ke bawah.

Tentunya orang dari kalangan menengah ke atas pun banyak yang menghuni penjara.

Rasa cukup adalah kunci menikmati hidup.

Apapun yang kita dapatkan harus dinikmati dan syukuri.

Kita tidak perlu mengumpulkan banyak harta bila hanya menyebabkan ketidak-nyamanan hidup.

Anggap saja keinginan yang muncul hanya sebuah harapan.

Syamsudin kemudian pamit.

Dia akan melanjutkan perjalanannya ke Surabaya.

Sebelum pergi, dia sempat berpesan, “Kaya hati lebih penting daripada kaya harta,” katanya mengulang pesan sebelumnya.

Comments