Pengendali Jiwa dan Raga
Temanku
baru saja melakoni perjalanan dari Lamongan ke Kota Malang.
Dia naik angkot ADL dari Terminal
Arjosari menuju Terminal Landungsari.
Selama dalam perjalanan ini, dia melihat banyak
orang marah-marah.
Pengguna jalan, sopir angkot, dan penumpang pun sering
melampiaskan marahnya.
Padahal saat itu baru hari pertama Ramadan.
Memang
temanku tidak tahu orang-orang yang marah itu sedang puasa atau tidak.
Tapi,
temanku berasumsi mereka sedang menunaikan puasa.
Asumsi ini berdasar
pengamatannya pada orang yang marah itu tidak merokok, makan, atau minum.
Makanya temanku berpikir, "Puasa kok
tidak bisa mengendalikan amarah. Puasanya pasti hanya mendapat lapar dan
dahaga".
Temanku
itu memang tidak puasa.
Dia yakin bahwa puasa tidak hanya menahan hal yang
membatalkan sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Mengontrol jiwa
juga bagian dari puasa.
Intinya, puasa harus menyeimbangkan antara gerak jiwa
dan gerak raga.
Dalam Al Quran, Hadits, dan termenologi konvensional, puasa berarti menahan makan,
minum, dan hubungan badan.
Termenologi yang diungkap temanku itu adalah puasa
bagi orang kalangan tertentu yang disebutnya ‘kalangan makrifat’.
Saat
masih duduk di bangku kuliah dulu, aku menyebut orang-orang seperti temanku itu
hanya berapologi.
Selain tidak pernah puasa, teman kuliahku banyak yang jarang salat.
Alasannya pun sama: percuma salat kalau hanya untuk menggugurkan kewajiban.
Tunggu
saatnya sampai bisa mengendalikan raga, baru mau menunaikan kewajiban.
Perbedaan
antara apologi menutupi kemalasan dengan dorongan dari hati sangat tipis.
Biasanya
orang seperti itu hanya ingin menutupi kemalasannya dengan mencari pembenaran.
Butuh
banyak tahapan menuju tingkat ma’rifat.
Bisa jadi tingkatan ini tidak akan bisa
tercapai sampai meninggal.
Hanya orang tertentu yang bisa mencapai tahap makrifat.
Orang
awam sangat sulit menjalankan puasa seperti orang sufi.
Bisa menahan makan, minum,
dan hubungan badan sudah sangat beruntung.
Orang awam sudah mempersiapkan menu yang
akan disantap saat berbuka.
Begitu terdengar azan Magrib, semua yang sudah dipersiapkan
langsung dihabiskan.
Orang awam juga sudah mempersiapkan kebutuhan untuk sahur.
Puasa
memiliki nilai sosial dan psikologi.
Menahan makan, dan minum untuk menumbuhkan
kepedulian pada orang miskin.
Menahan hubungan badan sebagai simbol mengendalikan
hawa nafsu, di antaranya rasa amarah, iri, dengki, dan perasaan negatif dari
hati.
Begitu pula dengan zakat fitrah yang wajib dikeluarkan sebelum Salat Idul
Fitri.
Dari segi fisik, zakat untuk membantu orang susah.
Sedangkan dari segi
non-jasadi, zakat fitrah untuk membersihkan hati dari rasa permusuhan dan menumbuhkan
rasa persaudaraan.
Semua
ibadah dalam agama pasti memiliki nilai sosial dan pasikologis.
Salat dan haji
pun tidak hanya cara berkomunikasi antara manusia dengan Tuhannya.
Hubungan antar
manusia pun bisa dipelajari dari salat dan haji.
Untuk
menyeimbangkan dua nilai ini tidak mudah.
Terlepas dari upaya menutupi kemalasan,
menunaikan kewajiban sangat penting.
Tidak ada salahnya tujuan awal menunaikan
ibadah adalah untuk menggugurkan kewajiban.
Tujuan bisa ditingkatkan dalam
perjalanan menunaikan ibadah itu.
Bila awalnya hanya menggugurkan kewajiban, ditingkatkan
belajar rendah hati dari salat, zakat, dan haji.
Seperti
kata pepatah, "Menunggu adalah hal paling menjenuhkan".
Begitu pula bila kita
menunggu kesiapan menunaikan kewajiban.
Sampai mati kita tidak akan pernah menunaikan
kewajiban bila harus menunggu raga tertata.
Manusia memiliki sisi negatif dan
positif.
Orang ahli ibadah pun pasti memiliki kesalahan.
Bahkan Nabi
Muhammad pun memiliki kesalahan.
Tapi, Nabi menggajarkan sisi negatif itu harus
diakhiri dengan kemuliaan, seperti minta maaf pada manusia dan Tuhan.
Apa nilai negatif dari Nabi Besar Muhammad SAW..?
ReplyDeleteKaum orientalis sudah banyak mengungkap sisi negatif Nabi Muhammad. Terlepas dari pro-kontra soal orientalisme, sisi negatif yang diungkap kaum orientalis ini juga menjadi otokritik bagi umat Islam. Memang umat Islam memiliki jawaban tersendiri atas kritik tersebut. Dengan munculnya kritik dari kaum orientalis itu, berarti ada ketidaksempurnaan pada Nabi sebagai manusia.
Delete