Berburu Modal Lewat Tol

Aku menuliskan berita soal pencurian selama dua hari berturut-turut.

Aku menuliskan berita soal penjambretan disertai pembacokan kemarin.

Kalung emas seberat delapan gram dirampas dari nenek berusia 60 tahun.

Hari ini aku menulis perampokan di SMAN 1 Lawang.

Seorang guru disekap didalam ruang Tata Usaha (TU), tiga brankas dijebol, dan uang sebesar Rp 50 juta diambil pelaku.

Aksi kriminalitas memang selalu meningkat menjelang perayaan hari raya.

Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, lonjakan kriminalitas sangat menonjol menjelang Idul Fitri.

Bukan berarti semua pelaku kriminalitas beragama Islam.

Sekali lagi, ini hanya kebetulan penganut agama Islam di Indonesia yang dominan.

Kalau di AS dan negara non-Islam, angka kriminalitas pasti melonjak menjelang Natal, Galungan, atau perayaan agama lain.

Hari raya identik dengan pesta pora.

Butuh banyak biaya untuk ikut dalam perayaan ini.

Tingginya tingkat konsumsi masyarakat menjelang hari raya mengakibatkan harga semakin melonjak.

Tapi, warga tetap membeli kebutuhan konsumsi itu.

Bukan hanya kebutuhan sehari-hari, bahkan kobetuhan konsumtif pun ikut diburu.

Membeli baju, makanan, dan sebagainya biasa dilakoni.

Bahkan menjelang Idul Fitri, penjualan petasan dan kembang api pun semakin marak.

Sebagaian orang bisa mendapat penghasilan tambahan, baik berupa Tunjangan Hari Raya (THR) atau bonus lain.

Penghasilan tambahan ini langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.

Biasanya penghasilan tambahan ini langsung habis setelah hari raya berakhir.

Mungkin mereka berpikir gaji bulanan bisa untuk menutupi kebutuhan hidup setelah hari raya.

Sayangnya tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan konsumtifnya.

Pendapatan dari pekerjaannya mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sekalipun bisa untuk membeli kebutuhan konsumtif, mungkin hanya sebagaian kecil.

Tapi, mereka merasa tetap dituntut untuk memenuhinya.

Inilah yang menyebabkan warga harus berusaha keras agar bisa memenuhi kebutuhan konsumtifnya.

Mereka seakan mempertaruhkan gengsi dan harga dirinya bila tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumtifnya.

Didorong gengsi dan harga diri ini, sebagaian orang berbuat nekad.

Mereka melakukan aksi kejahatan dengan harapan bisa mendapat uang untuk modal hari raya.

Perampokan, penjambretan, pencurian, perampasan, dan kejahatan lain memang bisa untuk mendapat modal hari raya.

Aku yakin mereka memahami konsekwensi perbuatan ini.

Tapi dorongan id-nya mengalahkan super ego-nya.

Berbicara soal tradisi, kadang sulit dikaitkan dengan logika.

Aku yakin tidak ada orang yang mencemooh bila kita merayakan hari raya tanpa kebutuhan konsumtif berlimpah.

Selama ini aku malah tidak pernah membeli kebutuhan konsumtif untuk diriku sendiri.

Memang aku membelikan untuk saudara atau familiku.

Tapi aku selalu berpikir bahwa pakaianku masih banyak yang layak untuk digunakan saat hari raya atau setelahnya.

Aku tidak mau terjebak dengan pola pragmatisme masyarakat.

Sekalipun hidup di tengah masyarakat, aku merasa tidak mampu mengikuti pola pikir masyarakat.

Aku tidak mau tahu apa yang mereka pikirkan atau bicarakan tentang diriku.

Aku hanya merasa bahwa kebutuhan konsumtifku tidak berkaitan dengan mereka.

Aku hanya ingin menunjukan aku sebagai diriku sendiri.

Biarkan mereka berpikir tentang diriku, yang penting aku tidak menganggu kehidupan mereka.

Bagiku, lebih baik menjadi diri sendiri daripada memaksakan diri mengikuti arus.

Comments