Daftar Istilah dalam Berita Hukum dan Kriminal, Mulai Adu Kambing sampai Anak

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya.

Tulisan ini masih berisi daftar istilah dalam berita hukum dan kriminal.

Tulisan kedua ini berisi mulai Adu Kambing sampai Anak.

Adu Kambing
Penggunaan istilah adu kambing hampir sama dengan istilah adu banteng. Perbedaannya hanya dari segi jenis kendaraan yang terlibat.

Dalam istilah adu banteng, jenis kendaraan yang terlibat adalah roda empat atau lebih. Maka dalam istilah adu kandung, jenis kendaraan yang terlibat adalah roda dua atau motor.

Istilah lain dalam kejadian serupa adalah adu jangkrik. Jadi, adu kambing sama dengan adu jangkrik.

AE
AE adalah tanda kode wilayah untuk kendaraan dari Ngawi, Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Pacitan, Ponorogo, dan Magetan. Secara spesifik, asal kendaraan bisa diketahui dari huruf pertama di belakang angka.

Kendaraan dari Kota Madiun menggunakan huruf pertama A, B, dan C di belakang angka. Sedangkan huruf pertama D, E, F, dan G di belakang angka digunakan untuk kendaraan dari Kabupaten Madiun.

Huruf pertama H, I, J, K, dan L di belakang angka digunakan untuk kendaraan dari Ngawi. Kendaraan dari Magetan menggunakan huruf pertama M, N, O, P, Q, dan R di belakang angka.

Kendaraan dari Ponorogo menggunakan huruf pertama S, T, U, dan V di belakang angka. Sedangkan huruf pertama W, X, Y, dan Z di belakang angka menunjukkan kendaraan berasal dari Pacitan.


AG
AG adala tanda nomor kendaraan untuk erah eks Karasidenan Kediri yang meliputi, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Trenggalek, Nganjung, dan Tulungagung.

Kendaraan dari Kota Kediri menggunakan huruf pertama A, B, C, dan D setelah angka. Huruf pertama D, E, F, G, H, I, dan J menunjukkan kendaraan dari Kabupaten Kediri.

Kendaraan dari Kabupaten Kediri menggunakan huruf pertama K, L, M, dan N setelah angka. Sedangkan Kota Blitar menggunakan huruf pertama P, Q, dan R setelah angka.

Huruf pertama S, dan T setelah angka sebagai kendaraan dari Tulungagung. Kendaraaan dari Ngajuk bisa dilihat dari huruf pertama U, V, dan W setelah angka. Sedangkan kendaraan dari Trenggalek terlihat dari huruf pertama Y dan Z di belakang angka.

Alat Bukti
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada kata alat pembuktian. Dalam definisinya, alat pembuktian adalah berbagai macam bahan yang dibutuhkan oleh hakim, baik yang diketahui sendiri oleh hakim maupun yang diajukan oleh saksi untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau gugatan.

Dalam Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali bila minimal ada dua alat bukti yang sah.

Pasal 184 merinci bahwa lima hal yang dapat menjadi alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Perlu menjadi catatan, keterangan seorang saksi tidak cukup untuk membuktikan seseorang bersalah terhadap perbuatan yang disangkakan. Namun, dalam Pasal 185 ayat 3 disebutkan ketentuan tersebut tidak berlaku bila ada alat bukti yang sah lain.

Artinya, penyidik butuh minimal dua alat bukti untuk menjerat seseorang dalam kasus tindak pidana.

Selain ada istilah alat bukti, juga ada istilah barang bukti. Dua istilah ini sering dianggap sama. Padahal alat bukti berbeda dengan barang bukti.


Alat Pembatas Kecepatan
Istilah ini kurang familiar di masyarakat. Padahal alat pembatas kecepatan ini mudah ditemukan di perkampungan, dan jalan raya.

Ketentuan soal alat pembatas kecepatan dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM.3/1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Dalam praktiknya, ada dua jenis alat pembatas kecepatan, yaitu polisi tidur, dan pita penggaduh atau pita kejut.

Dalam Pasal 3 ayat 1 Keputusan Menteri itu disebutkan bahwa alat pembatas kecepatan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan.

Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan alat pembatas kecepatan ditempatkan di (a) jalan di lingkungan pemukiman; (b) jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C; (c) pada jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi.

Ketentuan pembuatan alat pembatas kecepatan diatur dalam Pasal 6 Keputusan Menteri itu. Di antara ketentuannya meliputi ketinggian, kemiringan, dan lebar.

Disebutkan bahwa ketinggian maksimal alat pembatas kecepatan adalah 12 sentimeter dari badan jalan. Kemiringan yang diperkenankan adalah maksimal 15 persen. Sedangkan lebar alat pembatas kecepatan adalah minimal 15 sentimeter.

Alias
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alias adalah (1) disebut juga; sama dengan (digunakan pada nama);  (2) nama samaran. Intinya, alias adalah nama lain atau nama panggilan seseorang di lingkungannya.

Kepolisian sering menggunakan nama alias untuk menyebut nama seseorang, baik saksi, tersangka, atau terduga. Kadang orang yang masih buron pun disebut dengan nama aliasnya.

Khusus untuk buron, penyebutan ini untuk memudahkan pelacakan keberadaan orang tersebut. Bisa jadi warga sekitar tidak mengenal nama asli atau nama lengkap seseorang yang menjadi buron. Justru nama alias atau nama panggilan yang paling mudah dikenal.

Nama alias tidak harus berasal dari penggalan nama lengkap seseorang. Kadang nama alias muncul dari lingkungan, nama kecil, atau nama panggilan.

Aman
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aman berarti (1) bebas dari bahaya; (2) bebas dari gangguan (pencuri, hama, dan sebagainya); (3) terlindung atau tersembunyi, tidak dapat diambil; (4) pasti, tidak meragukan, tidak mengandung risiko; dan (5) tenteram, tidak merasa takut atau khawatir.

Dalam kepolisian, istilah aman sering digunakan untuk tiga hal, yaitu suasana atau kondisi, terkait tindak pidana, dan terkait produk.

Aman (1)
Istilah aman sebagai suasana atau kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam konteks ini, aman mengacu pada arti (1) bebas dari bahaya; (2) bebas dari gangguan (pencuri, hama, dan sebagainya); dan (3) tenteram, tidak merasa takut atau khawatir.

Aman (2)
Aman dalam konteks ini berarti terlindung, tersembunyi, tidak dapat diambil. Kadang pelafalan kata aman menggunakan kata aktif, yaitu mengamankan, dan kata pasif, yaitu diamankan. Misalnya, polisi mengamankan tersangka pencurian dan mengamankan sejumlah barang bukti.

Dalam konteks ini, aman berarti tangkap, dan sita. Saya tidak terlalu suka penggunaan kata aman menggantikan kata sita dan tangkap.

Orang yang ditangkap polisi belum tentu merasa aman. Apalagi sering beredar kabar polisi bertindak kasar selama memeriksa tersangka. Selain itu, suasana di dalam tahanan pun sering kali jauh dari kata aman.

Makanya saya lebih senang menggunakan kata tangkap daripada aman. Polisi sudah pasti menangkap tersangka. Tapi, tersangka belum tentu aman setelah penangkapan itu.

Begitu pula terkait barang bukti. Sebagaimana tersangka, barang bukti pun kadang tidak aman setelah berada di tangan polisi. Dalam beberapa kasus, ada polisi yang malah menyalahgunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi.

Jadi, lebih baik langsung menggunakan istilah sita daripada aman. Polisi sudah pasti menyita barang bukti. Tapi, keamanan barang bukti itu belum tentu terjamin setelah diambil polisi.

Aman (3)
Istilah aman juga bisa digunakan terkait produk. Dalam koteks ini, aman berarti (1) bebas dari bahaya; (2) pasti, tidak meragukan, tidak mengandung risiko; dan (5) tenteram, tidak merasa takut atau khawatir.

Misalnya, produk ini aman dikonsumsi oleh anak-anak. Artinya, kandungan di dalam produk tersebut tidak mengandung risiko.

Anak
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan anak secara umum. Dalam KBBI disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah (1) keturunan yang kedua; (2) manusia yang masih kecil; (3) orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah, dan sebagainya; (4) orang yang termasuk dalam suatu golongan pekerjaan (keluarga dan sebagainya); dan (5) yang lebih kecil daripada yang lain.

Definisi itu tidak menyebutkan parameter khusus tentang anak, terutama soal usia. Bahkan undang-undang atau aturan lain di Indonesia pun tidak menyebutkan secara pasti seseorang bisa masuk dalam kategori anak.

Dalam Pasal 1 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa anak adala setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Ketentuan itu juga dapat dilihat dalam Pasal 1 UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 UU 44/2008 tentang Pornografi, dan Pasal 1 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam konteks yang hampir sama, Pasal 1 UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Lebih rinci lagi, dapat dilihat dalam Pasal 1 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pasal itu disebutkan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Berdasar Pasal 1 UU 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Begitu pula dalam Pasal 330 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyebutkan anak berarti 'Seorang belum dapat dikatakan dewasa jika orang tersebut umurnya belum genap 21 tahun, kecuali seseorang tersebut telah menikah sebelum umur 21 tahun'.

Sedangkan dalam Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), anak yang belum dewasa apabila seseorang tersebut belum berumur 16 tahun.

UU 1/1974 tentang Perkawinan tidak menyebutkan soal usia anak, tetapi batas seseorang boleh melakukan perkawinan. Dalam Pasal 7 ayat 1 disebutkan perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

Comments