Mereka Memandang Posisi Kami
Seorang perwira pertama (pama) masuk ke kantin di markas polisi di Kota
Malang.
Dia tidak memesan apapun.
Dia hanya meminjam sendok kepada pemilik
kantin.
Sambil berdiri di dekat meja kasir, dia menakar obat yang dibawanya.
Obat
itu langsung diminum sambil berdiri.
Setelah mengembalikan sendok kepada pemilik kantin, pama itu berniat langsung
kembali ke ruangnya.
Tapi sebelum mencapai pintu kantin, seseorang memanggilnya.
Tiga orang bintara sedang duduk dan menikmati makanan.
Pama itu
menghentikan langkah kakinya, dan membalas panggilan bintara tinggi itu.
Aku tidak ingat pembicaraan awal empat orang tersebut.
Aku hanya ingat sang
pama itu bercerita bahwa dia sudah dinas di Satuan Bimbingan Masyarakat (Satbimas)
selama 18 tahun.
Tentu bukan waktu yang pendek.
Baru tiga bulan ini dia pindah di
satuan lain.
Berarti dia di Satbimas sudah sejak 1996 silam.
“Intinya, menjadi polisi itu harus dinikmati. Bisa dibayangkan, saya di
Satbimas selama 18 tahun,” katanya.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana bosannya dinas di satu tempat
selama 18 tahun.
Selama meniti karirku sekarang, sudah dua kali aku bertugas di
dua pos dalam waktu yang kuanggap sangat lama.
Pertama, saat di Denpasar, aku
bertugas di Pemerintah Kota (Pemkot).
Kedua, saat di Malang, aku bertugas di
olah raga.
Masing-masing aku bertugas selama tiga tahun.
Bertugas selama tiga tahun di satu pos sangat membosankan.
Aku sudah
beberapa kali berharap pindah pos saat tugas di Denpasar lalu.
Tapi atasanku
tetap mempertahankan aku bertugas di Pemkot.
Begitu pula saat di Malang, aku
sempat pindah di kriminal kota.
Hanya enam bulan aku bertahan.
Atasanku minta
aku kembali bertanggung jawab di halaman olah raga.
Sang pama itu menambahkan untuk mengurangi kebosanan, harus banyak
bergaul.
Semakin banyak bergaul, maka semakin bisa menikmati tugas.
Bahkan banyaknya
pergaulan ini juga sangat penting untuk urusan di luar dinas.
Dia mencontohkan saat anaknya akan masuk sekolah.
Karena banyak kenal
orang Dinas Pendidikan (Dindik), dia tidak risau mencari sekolah.
Anaknya bisa
masuk di sekolah yang diinginkan.
Aku tidak tahu anak sang pama itu
sekolah di lembaga pendidikan favorit atau lokasi sekolahnya terjangkau dari
rumah.
Tapi biasanya maksud ‘sekolah yang diinginkan’ adalah sekolah favorit.
Setiap kode etik pasti melarang anggotanya menggunakan profesinya untuk
kepentingan pribadi.
Profesi harus digunakan untuk kepentingan publik atau
masyarakat luas.
Polisi, pengacara, wartawan, dan profesi lainnya dibentuk untuk
kepentingan publik.
Tidak ada profesi yang dibentuk untuk kepentingan pribadi
atau golongan.
Satu profesi pasti bersinggungan dengan profesi lain.
Jadi orang yang menjalani
profesi selalui berkomunikasi dengan orang dari profesi berbeda.
Komunikasi ini
tidak harus berkaitan dengan tugs profesinya.
Bisa saja komunikasi ini untuk
menambah pengetahuan atau untuk memahami profesi lain.
Dalam proses komunikasi inilah terbentuk hubungan di luar profesi.
Hubungan
individu terjalin sangat akrab.
Bahkan komunikasi tidak hanya terkait profesi.
Kadang
komunikasi dibangun hanya untuk mengakrabkan atau menghindari terputusnya
hubungan.
Bisa melalui makan siang, saling berkunjung ke rumah, atau hanya
sekedar tempol/SMS say hello.
Ketika sudah saling akrab, pasti seseorang tidak akan bisa menolak
permohonan temannya.
Seperti kasus di atas.
Seorang profesi guru atau PNS tidak menolak
permohonan temannya yang sedang kelimpungan
mencari sekolah anaknya.
Apapun akan dilakukan agar temannya itu tidak kelimpungan mencari sekolah.
Bukan hanya anak polisi yang bisa sekolah di lembaga pendidikan favorit.
Anak pejabat, anak wartawan, anak pengacara, dan anak profesi lain bisa masuk
di sekolah favorit.
Orang tuanya cukup mendekati guru atau PNS kenalannya agar anaknya
bisa mengenyam pendidikan di sekolah.
Awalnya bantuan ini dianggap cuma-cuma atau tanpa pamrih.
Tapi suatu
saat bantuan ini butuh timbal balik.
Ketika guru atau PNS tersebut kena kasus,
entah pidana atau perdata, dia pasti akan merajuk ke polisi yang sudah
dikenalnya.
Bila ada rekan wartawan atau pengacara, PNS atau guru pasti akan
menghubunginya.
Seseorang yang pernah mendapat bantuan, pasti akan berusaha maksimal meringankan
beban pemberi bantuan sebelumnya.
Polisi akan berupaya mendekati kenalannya di
internal agar ‘menyelesaikan’ kasus orang yang dikenalnya.
Pengacara atau
wartawan pun akan memanfaatkan jaringannya membantu orang tersebut.
Aku yakin kemudahan serupa tidak akan diperoleh bagi petani, nelayan,
gelandangan, atau pekerja lain yang tidak memiliki kenalan pejabat.
Anak mereka
memang bisa mendaftar di sekolah favorit.
Tapi anak-anak mereka harus memiliki IQ
tinggi.
IQ masih belum cukup.
Mereka harus mampu membayar uang sekolah yang
tidak sedikit.
Tidak bantuan cuma-cuma atau gratis di dunia ini.
Bantuan gratis hanya berlaku
sementara.
Suatu saat pasti bantuan itu butuh timbal balik.
Seseorang akan siap
membantu tergantung posisi kita.
Bila posisi kita memiliki pengaruh, pasti
mereka rela memberi bantuan.
Tapi bila posisi kita tidak memiliki pengaruh
apapun, jangan bermimpi mendapat bantuan eksklusif.
Comments
Post a Comment