Mengabdi Kepada Orang Tua
Seorang pria tertabrak kereta api (KA) tadi pagi.
Usianya sekitar 60
tahun.
Aku sempat melihat jenazahnya di kamar mayat.
Hanya sepintas. Bagian atas
badannya masih utuh.
Tapi bagian bawahnya sudah tidak berbentuk.
Kulihat kakinya
menempel di perut.
Aku tidak melihat detail karena tertutup selimut.
Aku memperkirakan
bagian bawah tubuhnya benar-benar hancur.
Keluarganya menangis di luar kamar mayat.
Keluarganya tidak cerita banyak.
Seorang anaknya bercerita bahwa bapaknya memang sering keluyuran seorang diri.
Kadang ke rumah saudaranya tanpa pamit kepada
anggota keluarga lainnya.
Kadang tiba-tiba berjalan tanpa tujuan.
Keluarganya sering
minta tolong kepada tukang becak agar segera mengantarkan sang bapak bila bertemu
di jalan.
“Nanti biaya becaknya akan dibayar di rumah,” kata wanita tersebut.
Keluarganya tidak menyangka bapaknya akan berakhir tragis.
Berdasar pengakuan
saksi di lokasi, masinis KA sudah membunyikan klakson.
Mungkin karena usianya
yang sudah sepuh, bapak tersebut
tidak mendengar bunyi klakson.
Sedangka rem KA berbeda dengan rem motor atau
mobil.
KA baru bisa berhenti dalam jarak beberapa meter setelah masinis menekan
rem.
Kematian pasti akan datang.
Hanya caranya yang berbeda.
Aku melihat keluarganya
sangat tegar.
Meskipun mengetahui bapaknya tewas tertabrak KA, tidak ada nada menuntut
pihak PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Mungkin keluarganya sudah mengetahui bahwa
bapaknya memang khilaf.
Aku memang belum berpengalaman menjaga orang tua.
Sudah banyak yang
bercerita susahnya menjaga orang tua.
Katanya, mental orang tua sama dengan
anak kecil.
Mereka sama-sama tidak bisa mengurus diri sendiri.
Orang tua butuh bantuan
orang lain untuk mengurus diri sendiri.
“Merawat orang tua tidak ada lucunya. Sedangkan merawat anak kecil masih
ada lucunya,” kata seorang bibiku beberapa waktu lalu.
Mungkin ini yang membedakan merawat orang tua dengan anak kecil.
Biasanya orang
tua ikut anak bungsu. Entah kenapa.
Mungkin karena anak bungsu menikah paling
terakhir sehingga kebersamaan bersama orang tua lebih lama.
Tapi ada pula orang tua yang menghabiskan
sisa hidupnya bersama anak lainnya.
Intinya orang tua ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama satu anaknya.
Cekcok pasti akan terjadi.
Biasanya orang tua akan mengungsi ke rumah anak lainnya.
Setelah percekcokan reda, dia akan kembali ke rumah anaknya tersebut.
Seakan tidak
terjadi apapun, orang tua akan menjalani hidupnya sebagaimana biasanya.
Berbeda dengan orang tua yang tergantung pada satu orang, anak kecil bisa
hidup bersama siapa saja.
Bahkan orang lain akan berebut memelihara anak kecil
tersebut.
Apalagi bila anak kecil itu menggemaskan dan lucu.
Dia pasti akan menjadi
rebutan orang lain.
Bila anak kecil itu tidak memiliki atau ditelantarkan orang
tua, banyak yang siap menjadi orang tua asuh.
Menjaga orang tua tidak bisa disamakan dengan menjaga anak kecil.
Menjaga
orang tua adalah bentuk pengabdian.
Apapun kondisi orang tua, anak harus tetap
menjaganya.
Sedangkan menjaga anak kecil adalah pengorbanan.
Orang tua rela
mengorbankan apapun untuk anaknya.
Orang tua sering mengutamakan anaknya makan
daripada dirinya sendiri.
Comments
Post a Comment