Sedih, Meninggal Sendirian

SEDIH. Akhir-akhir ini sering terdengar kabar orang meninggal saat isolasi mandiri.

Bahkan ada korban yang ditemukan dalam kondisi sudah membusuk.

Sejak angka Covid-19 naik, memang banyak pasien yang isolasi mandiri di rumah.

Mereka tidak dapat isolasi mandiri di gedung milik pemerintah karena kapasitas terbatas.

Beberapa pasien Covid-19 harus isolasi mandiri di rumah sendiri.


Tidak ada anak, istri, atau anggota keluarga.

Anggota keluarga harus mengungsi agar tidak tertular virus mematikan tersebut.

Lalu, di mana peran negara?

Ada pasien yang lapor ke RT/RW bila sedang isolasi mandiri di rumah.

Ada pula pasien yang tidak melapor ke RT/RW bila sedang isolasi mandiri.

Meskipun tanpa lapor ke RT/RW, seharusnya pemerintah tahu data orang sedang terpapar Covid-19.

Sebab, petugas kesehatan yang memvonis seseorang terpapar virus tersebut.

Data inilah yang bisa menjadi acuan untuk penanganan selanjutnya.

Petugas bisa menyarankan pasien tersebut perawatan di rumah sakit, isolasi mandiri di gedung milik pemerintah, atau isolasi mandiri di rumah.

Tapi yang terjadi, tidak semua pasien Covid-19 mendapat penanganan yang layak, baik dari tim kesehatan maupun warga sekitar.

Bisa jadi warga takut terpapar atau tertular bila mendekati pasien atau rumahnya.

Bila pendataan optimal, saya yakin tidak ada pasien yang meninggal sendirian saat isolasi mandiri.

Minimal jenazahnya segera ditemukan tidak lama setelah meninggal.

Saat pendataan setelah tes, pasien harus mendapat kepastian penanganan.

Pasien akan mendapat penanganan yang layak bila dapat mengisolasi mandiri di rumah sakit atau gedung milik pemerintah.

Bila pasien atau harus isolasi mandiri di rumah, petugas harus segera menyerahkan data tersebut ke instansi pemerintah secara hierarkis.

Selanjutnya, pemerintah yang akan menangani pasien tersebut, baik asupan gizi, pengobatan, dan sebagainya.

Mendengar kabar ada pasien meninggal sendiri saat isolasi mandiri di rumah memang sangat mengenaskan.

Seharusnya orang sakit mendapat perhatian dari keluarga dan petugas kesehatan.


Tapi karena kondisi, pasien harus benar-benar, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk menghilangkan stres.

Mereka harus benar-benar mandiri.

Saat dalam kondisi kritis atau nazak pun mereka harus sendiri.

Tidak ada sanak keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang mendampinginya.

Bagi umat Islam, meninggal dalam husnul khatimah menjadi dambaan.

Meskipun hidupnya bergelimang dosa, minimal dapat mengucap kalimat ampunan atau kata 'Allah' di penghujung hidupnya.

Tapi, orang sekarat atau nazak tidak bisa jernih jernih.

Sesuai cerita yang pernah kudengar, orang nazak merasakan sakit luar biasa saat roh terlepas dari jasad.

Bisa dibayangkan bagaimana pikiran orang yang sedang nazak atau sekarat.

Tanpa adanya pendamping, orang nazak sulit mengingat kalimat tayyibah yang selalu dibaca selama hidupnya.

Bisa jadi orang nazak hanya berpikir dan merasakan sakitnya nyawa terlepas dari jasad.


Ironi. Orang yang sedang isolasi mandiri harus meninggal dalam kesendirian.

Sesuai protokol kesehatan, keluarga pasien juga tidak bisa mendampingi selama proses pemulasaran jenazah.

Keluarga baru bisa mendekati kuburan setelah proses pemakaman selesai.

Saat di dalam kuburan pun orang itu benar-benar sendirian.

Beruntung bila orang itu bisa mendapat nikmat kubur.

Tapi bila sebaliknya, nauudzubillah...

Comments