Fatamorgana Bernama Kesetiaan

Begitu pentingnya bagi keutuhan sampai segala sesuatu dituntut kesetiaan.

Mulai dari nasionalisme sampai hubungan rumah tangga.

Kesetiaan berarti tidak mau berpaling atau menduakan orang yang dicintainya.

Kesetiaan dalam konteks nasionalisme berarti patuh pada negara dan bangsa.

Sedangkan kesetiaan dalam rumah tangga berarti tidak menduakan pasangannya.

Kesetiaan hanya mudah dikatakan.

Semua pejabat menuntut rakyatnya untuk setia pada Indonesia.

Begitu pula suami atau istri menuntut pasangannya selalu setia.

Bahkan atlet yang dinaturalisasi sebelum menjadi Timnas pun dituntut setia pada Indonesia.

Kata 'setia' langsung diucapkan saat pengucapan sumpah.

Aku memandang pengucapan kata setia hanya untuk kebutuhan pragmatisme.

Atlet mau mengatakan setia pada Indonesia karena sudah lama berada di Indonesia.

Mereka juga butuh mencari makan di Indonesia.

Bagi pejabat, propaganda kesetiaan juga sangat penting untuk mewujudkan status quo kekuasannya.

Begitu pula kata setia yang diucapkan pasangan suami-istri atau kekasih.

Kata setia diucap hanya untuk melegalkan hubungan itu.

Bagi kaum awam, tidak ada istilah setia dalam konteks nasionalisme.

Bagi mereka, nasionalisme tergantung kemampuan negara memenuhi kebutuhan hidupnya.

Terutama di daerah perbatasan dengan negara lain.

Kesejahteraan di daerah perbatasan lebih minim daripada di daerah dekat kekuasaan atau perkotaan.

Kesetiaan warga perbatasan mudah luntur.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka lebih mudah menjangkau negara tetangga daripada di negara sendiri.

Saat ada tawaran pindah negara datang, mereka pun tanpa ragu akan mengamininya.

Bagi mereka, pemenuhan kebutuhan hidup lebih penting daripada nasionalisme semu.

"Kesetiaan seorang laki-laki akan diuji saat memiliki harta berlimpah. Sebaliknya, kesetiaan seorang wanita diuji saat pasangannya tidak memiliki apa-apa."

Artinya, kesetiaan dalam rumah tangga maupun pacaran masih belum mutlak.

Dalam konteks keagamaan pun masih ada ujian soal kesetiaan.

Mayoritas umat beragama memeluk agama sesuai agama orang tua.

Orang yang dilahirkan di lingkungan Islam, kemungkinan besar akan menjadi penganut Islam.

Begitu pula orang yang dibesarkan di lingkungan Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu.

Perjalanan hidup yang akan menentukan pilihannya.

Kadang orang berpindah agama setelah puluhan tahun memeluk agama tertentu.

Bahkan ada orang yang akan meninggal baru menyatakan pindah agama.

Sebagaimana mencari pasangan, makanan, dan sebagainya, memilih agama berkaitan soal selera.

Kadang ada orang pindah agama hanya karena menilai agamanya sekarang tidak memberi kepuasan, baik jasmani atau rohani.

Makanya sering tersiar isu adanya modus upaya eksodus massal agama dengan iming-iming sembako.

Tidak ada yang abadi di dunia, kecuali perubahan.

Begitu pula soal kesetiaan.

Tidak ada kesetiaan abadi.

Memang ada yang bertahan menjadi penganut agama sampai meninggal, setia pada pasangannya sampai akhir hayat, atau menjadi warga Indonesia sampai meninggal.

Tapi, bukan berarti mereka selalu setia.

Dalam perjalanannya sebelum meninggal, pasti ada keinginan untuk mencari kebenaran lain selain agamanya sekarang.

Kadang muncul pula keinginan menjadi warga negara lain, atau keinginan mencari orang lain sebagai pasangan.

Jadi, jangan pernah mengklaim diri sebagai orang paling setia.

Hanya orang munafik yang berani berkata bahwa "Aku adalah orang yang paling setia".

Mereka tetap berkata setia karena memang belum ada kesempatan atau belum memiliki pilihan lain.

Comments