Ketika Pemerintah Gampang Mengubah Aturan . . .

Pemerintah selalu mengklaim sebagai bapak dari warganya.

Semua jenjang pemerintah, mulai pemerinah pusat, gubernur, wali kota/bupati, camat, kepala desa/lurah, sampai ketua RT/RW.

Tugas pemerintah tidak hanya mengumpulkan pajak atau retribusi. Pemerintah juga mendengar keluhan, aspirasi, atau pendapat warganya.

Tentu keluhan, aspirasi, dan pendapat ini demi kemaslahatan bersama.

Pemerintah ini diibarkan bapak yang memiliki banyak anak.

Wakil bisa berperan sebagai ibu.

Sedangkan pejabat di bawahnya seperti kakak tertua.

Jadi pemerintah tidak harus selalu hadir ketika warga membutuhkan.

Dalam kondisi tertentu, bapak bisa minta ibu atau kakak tertua mendengarkan keinginan warga.

Dalam konteks tertentu, ibu atau kakak tertua hanya mendapat tugas sebagai perantara.

Artinya, mereka hanya mendengarkan keluhan warga, dan menyampaikan kepada pemerintah.

Ibu atau kakak tertua ini tidak diberi wewenang mengambil keputusan atau kebijakan.

Ketika dalam pertemuan dengan warga ada keputusan, ibu atau kakak tertua harus menyampaikan kepada bapak dulu.

Ibu atau kakak tertua ini tidak berwenang mengambil keputusan atau kebijakan.

Ketika dalam pertemuan dengan warga ada keputusan, ibu atau kakak tertua harus menyampaikan kepada bapak dulu.

Bila bapak tidak setuju, keputusan rapat sama saja mubadzir.

Kondisi seperti inilah yang terjadi di Kota Malang akhir-akhir ini.

Sejak pagi sampai petang tadi, warga Kelurahan Penanggungan memblokir Jalan Panjaitan.

Ribuan warga ingin bertemu langsung dengan wali kota sebagai bapaknya.

Target utama warga adalah minta wali kota untuk pemberlakuan satu arah.

Selama ini antara pemerintah dengan warga sudah sering menggelar pertemuan.

Tapi wali kota tidak pernah menemui warga.

Wali kota hanya mengutus wakil wali kota atau instansi terkait.

Seperti tadi siang, wali kota mengutus kepala dinas perhubungan (Dishub).

Karena tidak bisa mengambil keputusan, kepala Dishub harus beberapa kali berkomunikasi dengan wali kota.

Hasil komunikasi ini disampaikan kepada wali kota.

Instruksi wali kota akan disampaikan kepada warga. Dan seterusnya.

Pola komunikasi seperti ini tidak efektif.

Kepala Dishub harus mondar-mandir menyampaikan 'Keputusan' kepada warga dan wali kota.

Bagi kepala Dishub, pekerjaan ini pasti sangat melelahkan.

Tapi kepala Dishub tetap harus melakukannya.

Bagi kepala Dishub, pekerjaan ini pasti sangat melelahkan.

Tapi kepala Dishub tetap harus melakukannya.

Sedikit kesalahan saja bisa berdampak pada jabatannya.

Bisa saja wali kota mendepaknya karena dianggap tidak becus mengurus kebijakannya.

Di sisi lain, pola komunikasi seperti ini menimbulkan anggapan bahwa wali kota tidak bernyali menghadapi warga.

Sebelumnya wali kota sempat mencoba berkomunikasi langsung dengan massa secara langsung.

Hasilnya, wali kota harus mengalah kepada massa.

Wali kota menelan ludahnya sendiri dengan mengubah kebijakannya sendiri.

Dua kasus ini akan membuat nama wali kota tercoreng.

Wali kota dianggap tidak bernyali menghadapi massa.

Bila ada massa solid, wali kota pasti akan mengubah kebijakannya.

Warga akan mengingat karakter ini.

Bila suatu saat wali kota membuat kebijakan lagi, bisa saja muncul gelombang massa lagi.

Targetnya hanya satu, yaitu mempengaruhi wali kota agar mengubah kebijakannya.

Apalagi selama ini wali kota terkesan tidak mau mendengarkan suara dari pihak lain.

Menjadi bapak memang tidak mudah. Butuh pengorbanan, butuh kesabaran, butuh nyali atau keberanian, dan sebagainya.

Bapak tidak bisa hanya bermodal uang.

Comments