Banyak Jalan Menuju Kematian

Kabar tentang kematian seakan tidak lelah masuk telingaku.

Selama tiga hari berturut-turut, aku mendengar empat kabar kematian.

Sebagaian orang yang meninggal itu kukenal.

Sebagaian lainnya tidak kukenal.

Empat orang ini sama-sama tidak memiliki kaitan persaudaraan denganku.

Mungkin hanya satu orang yang bisa dirunut ke belakang masih ada kaitan keluarga denganku.

Cara kematian empat orang ini berbeda.

Orang pertama meninggal di Makkah.

Dia sedang menunaikan ibadah haji.

Menurut keterangan keluarganya, orang tersebut tidak memiliki riwayat penyakit kronis.

Tapi menurut keterangan Kementerian Agama (Kemenag), orang itu meninggal karena beragam penyakit atau komplikasi.

Aku tidak tahu penyakit apa saja yang dideritanya.

Orang kedua meninggal di rumahnya.

Orang ini meninggal karena keinginannya sendiri.

Cerita tentang orang kedua ini sudah kutuliskan dalam tulisan sebelumnya.

Sebaiknya aku tidak mengulang lagi.

Intinya orang itu meninggal dengan cara sangat sadis.

Orang ketiga meninggal tadi pagi.

Dia meninggal di jalanan. Sebagaian anggota tubuhnya terlindas ban truk.

Berbagai dugaan muncul.

Ada yang mengatakan dia sedang mengantuk.

Ada pula yang mengatakan dia berusaha menghindari kendaraan lain sebelum terjatuh.

Entah mana yang benar.

Saksi yang kutemui di lokasi tidak melihat langsung kejadian itu.

Saksi hanya mendengar suara benturan keras, dan melihat korban sudah tergeletak di aspal.

Kabar kematian orang keempat baru saja kudengar.

Aku mengenal orang ini karena satu profesi.

Dia menderita penyakit sejak setahun lalu.

Aku tidak tahu pasti penyakitnya.

Bahkan aku tidak mengetahui bila selama ini dia memendam penyakitnya.

Padahal dalam pengamatanku, dia seakan tidak memiliki penyakit apapun.

Tertawanya pun sangat riang seakan tidak memiliki beban apapun.

Atau mungkin tertawa riang ini untuk menutupi kerapuhannya.

Dari empat gambaran kematian ini, orang pertama, orang kedua, dan orang keempat sama-sama menikmati kematiannya.

Ketiganya pasti merasakan sakit atau tidaknya naza’ alias proses lepasnya nyawa dari tubuh.

Menurut ulama salaf, sakit atau tidaknya nazak tergantung amal perbuatannya.

Bila selama hidupnya sering berbuat kebaikan, nazak-nya akan terasa mudah dan tidak sakit.

Orang kedua tidak hanya merasakan proses nazak.

Dia juga merasakan betapa perihnya di sekujur tubuhnya.

Dia bisa merasakan perihnya bagian anggota tubuh yang terluka.

Sebelum rasa sakit hilang, dia juga merasakan proses keluarnya nyawa dari tubuh.

Orang ketiga sangat berbeda.

Dia tidak sempat merasakan proses perpisahan nyawa dengan tubuh.

Nyawanya lepas dari tubuhnya bersamaan gilasan ban truk.

Dia juga tidak menahan rasa perih akibat gilasan ban truk tersebut.

Intinya, model kematian ada dua macam.

Pertama, kematian atas kesadaran sendiri.

Kedua, kematian bukan atas kemauan sendiri.

Cara kedua bervariasi.

Ada yang karena sakit, korban kecelakaan, akibat peperangan, dan sebagainya.

Tidak ada yang mengetahui model kematian seseorang.

Kematian termasuk misteri Ilahi.

Hanya Tuhan yang tahu.

Manusia hanya bisa berusaha mati atau bertahan hidup.

Kepastian matinya ada di tangan Tuhan.

Comments