Ketika 30 September Tiba

Aku menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Kecamatan Sidayu, Gresik.

Ketika duduk di bangku sekolah dasar, aku selalu menantikan datangnya tanggal 30 September.

Inilah saat aku dan teman-teman bisa melihat televisi.

Selama tinggal di asrama, aku dan teman-teman hanya bisa melihat televisi pada hari tertentu.

Misalnya pada Kamis malam, atau malam 30 September.

TVRI sebagai satu-satunya televisi selalu menayangkan film Pengkhianatan G-30-S/PKI.

Aku tidak ingat durasi filmnya.

Seingatku film itu biasa diputar setelah Isyak dan selesai setelah tengah malam.

Aku dan teman-teman harus bangun dan tidur untuk menyaksikan klimaks film kolosal itu.

Kami semua akan sama-sama menyaksikan ketika film sudah klimaks.

Aku tidak pernah melihat film itu lagi sejak duduk di bangku sekolah menengah.

Setelah di Gresik, aku pun tinggal di asrama.

Kali ini aku tinggal di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Aku pun bisa menyaksikan televisi hanya ketika Kamis malam dan pada hari tertentu.

Tapi saat itu stasiun televisi swasta sudah menjamur.

Jadi saat 30 September tiba, aku dan teman-teman tidak harus menyaksikan film produk Orde Baru (Orba) itu.

Orba tumbang pada tahun 1998.

Sejak saat itu tidak ada film yang bercerita tentang kekejaman PKI.

Beredar kabar film ini ditarik dari peredaran karena ada pihak yang keberatan.

Film ini dianggap tidak menceritakan kejadian sebenarnya.

Tapi, film ini tidak sepenuhnya ditarik dari peredaran.

Beberapa rental VCD/DVD masih menyimpan dan menyewakan film ini.

Seperti barang langka, tidak mudah menemukan film ini di rental VCD/DVD.

Apalagi sampai menemukan di pasar tradisional.

Secara pribadi, aku menyanyangkan penarikan film itu dari pasaran.

Banyak generasi muda yang tidak mengetahui alur cerita film tersebut.

Terutama generasi yang lahir di awal 1990-an dan sesudahnya.

Bahkan aku yang lahir di generasi 1980-an saja sudah banyak lupa alur ceritanya.

Generasi yang tidak pernah menyaksikan film itu hanya mengetahui alur film dari cerita mulut ke mulut.

Memang masih banyak buku yang bercerita soal alur ceritanya.

Tapi, alur cerita yang dirangkum dalam buku tidak berbeda dengan resensi film atau buku.

Pembaca tidak akan mengetahui alur cerita sebenarnya.

Aku menilai film ini sekarang tak berbeda dengan perkembangan dongeng atau mitos.

Generasi sekarang hanya mengetahui dari ‘katanya’ atau ‘menurutnya’.

Mereka tidak akan tahu alur sebenarnya.

Sebagaimana mitos atau dongeng, cerita dari mulut ke mulut banyak penyimpangan.

Seperti kata pepatah, kalau orang menitipkan uang, pasti akan berkurang.

Sebaliknya, orang yang menitipkan ucapan pasti akan berkembang atau bertambah.

Manusia secara alami memang senang mendramatisasi sebuah kejadian.

Kaum reformis menilai rezim Orba banyak kebobrokan.

Manipulasi, korupsi, kolusi, dan sifat negatifnya telah medarah-daging di bawah pemerintahan Orba.

Tidak seharusnya semua peninggalan Orba dibumihanguskan.

Peninggalan Orba adalah bagian dari sejarah.

Jangan sampai generasi sekarang tidak mengetahui perjalanan dan pengaruh Orba.

Tradisi politik memang mengharuskan pembersihan total dari rezim sebelumnya.

Setiap peninggalan rezim sebelumnya pasti akan dimusnahkan oleh rezim selanjutnya.

Dalam berbagai kasus, peninggalan sejarah akan terungkap.

Biasanya, butuh waktu lama untuk mengungkap perisitiwa sebenarnya.

Tidak jarang satu generasi tidak mengetahui perisitiwa sejarah sebenarnya.

Comments