Kekhawatiran Seorang Bocah

Seorang bocah berdiri di luar palang kereta api (KA) di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Usianya sekitar tujuh tahun.

Aku tidak tahu tujuan dia berdiri di luar palang pintu KA.

Mungkin dia ingin melihat KA melintas.

Anak-anak paling senang melihat kendaraan yang jarang dilihatnya, seperti KA dan pesawat.

Dari penampilannya, aku yakin rumahnya tidak terlalu jauh.

Dia hanya mengenakan kaus dan celana pendek.

Saat itu sudah pukul 19.00 WIB.

Sangat riskan seorang anak kecil pergi terlalu jauh dari rumahnya pada malam hari.

Kukeluarkan uang Rp 2.000 dari saku.

Kuulurkan tangan untuk memberikan uang itu.

Dia sempat melihat uang yang kupegang dengan jari telunjuk dan jempol.

Dia hanya menggeleng.

Saat kusodorkan uang itu didekatnya, dia tetap berbicara sambil berkata “Tidak.”

KA melintas tidak lama kemudian.

Saya tetap berusaha memberikan uang itu.

Tapi dia bersikukuh goyang sambil berkata, “Tidak”.

Setelah KA melewati dan palang pintu kembali, uang itu kulempar di terbuka.

Aku langsung meninggalkannya.

Aku tidak tahu bocah itu mengambil uang tersebut atau tidak.

Selama perjalanan menuju rumah, aku berpikir tentang bocah itu.

Saya tidak tahu apa maksudnya menolak uang mempersembahkanku.

Padahal seorang anak kecil sangat senang bila mendapat uang.

Uang Rp 2.000 sangat besar untuk ukuran anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Uang itu bisa digunakan untuk membeli jajan, mainan, atau tabungan.

Saya menduga dia sudah mendapat peringatan dari orang tuanya agar hati-hati dengan orang asing.

Orang tua biasa memberikan peringatan kepada anaknya yang belum dewasa.

Pemberian apapun dari orang yang tak dikenal bisa berdampak negatif.

Biasanya orang dewasa mau memberikan uang pada anak kecil memiliki maksud dan tujuan.

Seperti mau minta tolong atau maksud negatif.

Serangan terhadap anak sering kali diawali dengan mempersembahkan barang tak berharga.

Bisa berupa uang di bawah Rp 10.000, memberi boneka, atau janji akan disekolahkan.

Barang-barang seperti itu mungkin tidak terlalu berharga bagi orang dewasa.

Tapi bagi anak-anak, barang seperti itu sangat besar manfaatnya.

Apalagi anak-anak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah.

Memang aku tidak bermaksud bermaksud bocah itu.

Dia laki-laki. Aku pun laki-laki. Aku tidak ada kelainan seksual.

Mungkin dia khawatir aku menculiknya.

Apalagi aku mengendarai motor.

Kalau mau menculiknya, sangat mudah.

Hanya tinggal mengangkatnya dan kududukan di depanku.

Mungkin itu hanya dugaanku.

Aku tidak tahu alasan seperti itu.

Apapun yang ada di benak bocah itu, aku tidak terlalu merisaukan.

Yang penting aku tidak memiliki niat jahat saat memberikan uang itu.

Aku hanya ingin memberi dia uang.

Kebetulan di sakuku ada uang Rp 2.000.

Ini berbeda kalau tidak ada uang Rp 2.000 atau Rp 1.000 di sakuku.

Mungkin aku tidak akan memberinya.

Comments