Hedonisme di Sepak Bola

Wasit baru meniupkan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Kamis (4/7/2013).

Beberapa suporter langsung naik pagar pembatas tribun.

Tangannya mengacungkan red flare yang sudah menyala.

Kepulan asap memenuhi Stadion Kanjuruhan menjelang petang.

Beruntung red flare itu dinyalakan setelah wasit meniup peluit panjang.

Biasanya suporter menyalakan red flare menjelang berakhirnya pertandingan.

Padahal sehari sebelumnya, Arema Cronous baru saja kena sanksi denda sebesar Rp 75 juta.

Sebelumnya lagi sudah kena denda sebesar Rp 20 juta, dan Rp 50 juta.

Penyalaan flare, smoke bomb, kembang api, atau petasan selalu mewarnai setiap pertandingan.

Benda berbahaya itu seperti atribut bagi suporter.

Datang ke stadion kurang lengkap tanpa membawa flare, smoke bomb, kembang api, atau petasan.

Tak lupa atribut lain, seperti syal, kaus, topi, dan giant flag.

Padahal FIFA dan PSSI sudah melarang penggunaan benda berbahaya itu.

Wasit akan langsung menghentikan bila penyalaan benda berbahaya itu menyala saat pertandingan berlangsung.

Sejumlah klub pun sudah pernah menerima sanksi akibat suporter menyalakan flare, smoke bombs, kembang api, atau petasan selama pertandingan.

Barcelona pernah kena denda sebesar 110 pounds atau sekitar Rp 1,31 miliar.

Pemberian sanksi ini sangat wajar.

Flare maupun smoke bomb tidak baik untuk kesehatan.

Komposisi pembuatan flare terdiri dari potasium nitrat, gula, pewarna makanan, dan baking soda.

Kandungan kimia dari smoke bomb diantaranya potassium nitrat/kalium nitrat (KNO3), gula pasir, fruktosa, alumunium foil, dan baking powder (untuk mendinginkan kalor).

Flare bisa membakar kulit dan pakaian.

Sedangkan smoke bomb dapat menyebabkan mata pedih.

Bila dinyalakan dalam jumlah yang banyak, bisa mengakibatkan sesak nafas.

Asap yang keluar dari smoke bomb pun bisa mengakibatkan pandangan kabur atau menganggu pengelihatan.

Makanya wasit akan langsung menghentikan pertandingan bila kepulan asap masuk lapangan.

Suporter pasti tidak berpikir dampak negatif penyalaan flare atau smoke bomb.

Bagi suporter, penyalaan flare dan smoke bomb adalah bagian dari heroisme mendukung tim kebanggaannya.

Suporter pun tidak akan memikirkan penyalaan flare atau smoke bombs mengakibatkan klub kebanggaannya kena sanksi.

Inilah bentuk hedonisme dalam sepakbola.

Suporter datang ke stadion untuk mendukung tim kesayangannya.

Suporter akan melakukan beragam cara agar tim kesayangannya bisa memenangkan pertandingan.

Aku yakin hanya penyala flare atau smoke bomb yang senang dengan insiden ini.

Manajemen, pemain, dan suporter lain tidak akan senang. Mereka akan merasa terganggu.

Apalagi dalam laga Arema Cronous lawan Persija Jakarta lalu, puluhan suporter pingsan.

Pemain dan pelatih pun harus mengatur ritme pertandingan lagi.

Manajemen pun mengeluarkan uang banyak menebus insiden ini. Tapi inilah hedonisme di sepak bola.

Teringat ucapan seorang pengurus Arema Cronous, "Melarang flare itu seperti larangan minuman alkohol dalam agama. Agama memang melarang, tapi banyak yang berjualan dan meminumnya."

"Begitu pula flare. Selama masih ada yang jualan, penggunaan flare masih tetap ada".

Esensi membeli flare atau smoke bomb sama dengan membeli minuman beralkohol.

Sama-sama sekali pakai untuk kesenangan sesaat.

Kedua jenis ini juga sama-sama dilarang.

Tapi banyak orang yang masih senang mengkonsumsinya.

Comments